Ahmad Doli Kurnia, Ketua Komisi II DPR RI (Foto: nett) |
BORNEOTREND.COM - Ibu kota baru Indonesia telah diputuskan bernama Nusantara. Namun penamaan Nusantara ini mendapatkan kritik dari anggota DPR.
Putusan soal nama ibu kota baru ini disampaikan oleh Kepala Bappenas Suharso Monoarfa. Penamaan ini telah diputuskan Panja RUU Ibu Kota Negara (IKN). Dia menyebut nama tersebut sudah disetujui oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Suharso awalnya menjelaskan memang awalnya nama ibu kota baru Indonesia belum diisi dalam surpres Jokowi. Dia menyebut pihaknya sempat menahan nama itu lantaran belum mendapat konfirmasi oleh Jokowi.
"Mengenai nama ibu kota titik-titik itu, memang semula sudah ingin dimasukkan pada waktu penulisan surpres itu, tapi kemudian ditahan," kata Suharso saat rapat bersama Panja RUU IKN, Senin (17/1/2022).
Suharso mengatakan Jokowi baru saja menyetujui nama ibu kota negara pada Jumat (14/1) yang lalu. Dia menyebut Jokowi setuju dengan nama 'Nusantara'.
"Ini saya baru mendapatkan konfirmasi langsung dan perintah langsung dari Bapak Presiden itu pada hari Jumat. Jadi ini sekarang hari Senin, pada hari Jumat lalu, dan beliau mengatakan ibu kota negara ini namanya Nusantara," katanya.
Alasan Pilih Nusantara
Suharso menjelaskan, alasan dipilih nama Nusantara lantaran sudah dikenal sejak dulu dan ikonik secara internasional. Selain itu, nama itu mudah menggambarkan Republik Indonesia.
"Alasannya adalah Nusantara sudah dikenal sejak dulu dan ikonik di internasional, mudah dan menggambarkan kenusantaraan kita semua, republik Indonesia, dan saya kira kita semua setuju dengan istilah Nusantara itu," ujarnya.
Suharso menyebut ibu kota tersebut akan berbentuk pemerintah daerah bersifat khusus setingkat provinsi.
"Ibu kota negara yang bernama Nusantara adalah satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus, jadi yang selanjutnya disebut IKN itu dihilangkan, menurut ahli bahasa menjadi Ibu Kota Negara yang bernama Nusantara adalah satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus setingkat provinsi," ungkapnya.
Kritik dari DPR
Terpisah, Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia menyebut pemerintah sudah menyetujui bentuk ibu kota negara, yakni pemerintah daerah khusus setingkat provinsi. Dia menyebut semua fraksi di Panja RUU IKN juga menyetujui hal itu.
"Pemerintah setuju, semua fraksi setuju bahwa namanya, dari awal kami sepakat, yaitu pemerintah daerah khusus ibu kota yang selanjutnya disebut otorita yang kekhususannya diatur dalam undang-undang ini," kata Doli.
Kendati demikian, Doli juga melontarkan kritik. Dia mempertanyakan masalah semantik nama Nusantara ini.
"Catatan aja, supaya clear, ini secara semantik, secara bahasa harus tepat. Rasa-rasanya, ibu kota negara Nusantara, itu multitafsir," kata dalam rapat.
Doli menilai kalimat 'ibu kota negara Nusantara' bisa diartikan bahwa Nusantara adalah nama negaranya. Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu meminta pemerintah mendiskusikan lagi dengan ahli bahasa.
"Jangan-jangan negara kita sudah berubah jadi negara Nusantara, bayangan saya ini. Nanti tugas pemerintah untuk mengundang ahli bahasa," ucapnya.
Lebih lanjut Doli menyarankan agar kata 'ibu kota negara' tidak digabung dengan kata 'Nusantara'. Menurutnya, nama ibu kota hanya cukup dengan kata 'Nusantara', tanpa kata 'ibu kota negara'.
"Misalnya, ibu kota negara yang bernama Nusantara, saya begitu, yang selanjutnya disebut sebagai Nusantara saja, karena sudah dijelaskan, ibu kota negara bernama Nusantara. Saya tidak ahli bahasa, tapi saya tangkap semua aspirasi teman-teman begitu," papar Doli.
"Ibu kota negara statusnya, tapi namanya Nusantara. Tapi, kalau digabung ibu kota negara Nusantara itu multitafsir, itu catatannya. Khusus pasal ini dibuat supaya tidak multitafsir dalam konteks bahasa," imbuhnya.
Kemudian kritik juga datang dari Ecky Awal. Anggota Pansus RUU IKN dari Fraksi PKS ini mengingatkan bahwa kata 'Nusantara' berasal dari kitab Negarakertagama.
"Ada di mana kata Nusantara itu? Saya minta pemerintah jelaskan itu. Saya sudah ingatkan, sebetulnya, terkait historis itu, Nusantara itu adanya Negarakertagama. Apa maknanya? Itu perdebatan diartikan nama itu, bapak-bapak baca itu perdebatan terkait itu, dan saya sudah baca sebagian dari risalah BPUPKI dan sebagian dari risalah PPKI, termasuk sebagian risalah konstituante," ujarnya.
Sumber: detik.com