BORNEOTREND.COM – Asosiasi sopir angkutan batubara dan tongkang Kalimantan Selatan mengancam akan melintas di jalan nasional untuk mengirimkan batubara ke pelabuhan, meski upaya ini sangat jelas melanggar Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pengaturan Penggunaan Jalan Umum dan Jalan Khusus untuk Angkutan Hasil Tambang, yang melarang angkutan batubara melintas di jalan umum.
Ketua Perwakilan Asosiasi Tongkang, H Safei menegaskan pihak asosiasi akan memaksa untuk bekerja kembali pekan depan mengingat ancaman kerugian yang terus membesar akibat police line dan blokade berupa portal besi yang dilakukan sepihak oleh PT Tapin Coal Terminal (TCT) di jalur hauling underpass Tatakan KM 101 Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan.
H Safei berdalih, Perda Nomor 3 Tahun 2008 hanya melarang angkutan batubara melintas di jalan provinsi serta kabupaten dan tidak menyebutkan tentang larangan melintas di jalan nasional.
“Tidak ada pilihan lain, disetujui atau tidak, kami akan melintas di jalan nasional. Kami telah mengkaji Perda larangan terkait melintas di jalan, itu hanya mengikat jalan provinsi atau kabupaten,” ungkapnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPRD Provinsi Kalsel, Selasa (4/1/2022) tadi.
Seiring dengan rencana tersebut, H Safei berharap PT AGM selaku pemegang kontrak Perjanjian karya Pengusahaan Pertambahan Batubara (PKP2B), kembali memberikan pekerjaan kepada pengusaha hauling dan tongkang.
“Dengan segala kerendahan hati, kami tidak menuntut kompensasi. Kami meminta pekerjaan. Mustahil Antang bisa membayar utang-utang kami,” tegasnya.
Dalam RDP di DPRD, H Safei juga mengecam tindakan PT TCT yang tidak berniat menyelesaikan masalah. Salah satu buktinya pihak TCT hanya mengirim perwakilan dalam RDP dengan DPRD. Padahal sejak awal DPRD dalam suratnya tegas meminta perwakilan AGM dan TCT harus pihak pengambil keputusan. Ini dilakukan DPRD agar masalah penutupan jalur hauling tuntas hari itu.
"Kami melihat begitu kejamnya TCT. Demi mendapat pekerjaan, kami dikorbankan. Karyawan kami tidak kerja,” keluhnya.
Tri Hartanto, kuasa hukum PT TCT dalam pertemuan di DPRD mengungkapkan bahwa perusahaannya sedang dalam kondisi sulit dan memiliki banyak kewajiban, termasuk utang bank.
“Kami juga ingin survive, kami juga punya karyawan, kami juga investasi, kami juga punya tanggungan di bank. Ini yang harus dipahami. Kami ingin diselesaikan bisnis to bisnis,” ungkapnya.
Dalam RDP kemarin, PT AGM diwakili oleh Direktur Utamanya Widada, direksi dan komisaris. Sementara PT TCT hanya mengirimkan Kuasa Direksi Markus Antonius Wibisono bersama Tri Hartanto.
H Safei mengatakan, ketua dewan seharusnya tidak memperbolehkan pihak TCT untuk mewakili perusahaan dalam rapat RDP. Karena yang hadir tidak dapat mengambil keputusan sesuai surat undangan dan maksud serta tujuan pertemuan tersebut.
"Tidak hadirnya direksi atau perwakilan yang dapat mengambil keputusan ini menunjukan arogansi dan melecehkan martabat DPRD Kalsel, termasuk seluruh warga Kalsel. Yang jadi masalah Ketua DPRD Kalsel justru mengijinkan wakil TCT ikut pertemuan yang akhirnya tanpa hasil. TCT juga tidak berani menyampaikan tuntutannya secara terbuka," katanya.
Jika DPRD konsisten, lanjut H Safei, TCT harus dibekukan usaha dan kegiatannya seperti yang disampaikan oleh ketua dewan saat pertemuan dengan asosiasi dan pekerja hauling serta tongkang akhir Desember tahun lalu.
"Kami masyarakat Kalsel sangat dikecewakan dengan keberpihakan ketua dan anggota dewan yang hadir dengan tidak membekukan ijin TCT. Perusahan itu (TCT) telah bertindal dzalim terhadap pekerja hauling dan tongkang di Tapin," tegasnya.
Dalam forum rapat, H Safei mengaku terpaksa harus menjual asetnya untuk membayar kewajiban ke bank sebesar Rp 1,2 miliar per bulan.
“Akibat penutupan jalan hauling di KM 101 Tapin sebulan terakhir para pengusaha hauling dan tongkang bisa rugi hingga Rp 1 triliun. Kerugian ini akan semakin besar jika jalan tetap ditutup,” ungkap H Safei.
H Safei yang juga Ketua Perwakilan Asosiasi Tongkang mengatakan hampir semua pengusaha tongkang membiayai usahanya dari pinjaman bank. Itu sebabnya, dengan tidak beroperasinya pengiriman batubara oleh PT AGM praktis tidak ada pendapatan.
“Semuanya utang. Tidak ada yang tidak utang. Ini investasi kami, rakyat menggantungkan hidupnya di tempat kami,” kata H Safei.
Agar dapat membayar utang-utangnya, H Safei telah menawarkan tongkangnya ke sejumlah pemilik pelabuhan, namun tak mendapat hasil positif.
“Kami sudah menawarkan ke sana ke mari, tidak ada yang memakai tongkang. Tongkang kami juga tidak bisa sandar di pelabuhan TCT karena speknya khusus,” ungkapnya.
Penulis: Fathur