UU IKN Dibawah Bayang-bayang Cacat Formil dan Materiil

 

Desmond J Mahesa, Wakil Ketua Komisi III DPR RI
(Foto: nett)


BORNEOTREND.COM - Hari ini, Selasa (18/1/21) DPR RI akan mengesahkan UU Ibu Kota Negara (IKN). Salah seorang anggota DPR RI, Desmond J Mahesa, menyangsikan setelah UU IKN disahkan bisa mulus perjalanannya.

Menurut anggota DPR RI yang pada periode sebelumnya terpilih di Daerah Pemilihan Kalimantan Timur itu, poses pembahasan RUU IKN berlangsung begitu cepat memunculkan kecurigaan sekaligus kekhawatiran berbagai pihak akan nasib undang-undang ini setelah disahkan nantinya. 

"Jangan-jangan nasibnya nanti akan sama dengan undang-undang lainnya yang pernah diadukan ke Mahkamah Konstitusi," ujarnya.

Kenapa bisa begitu? Karena menurutnya, bayang-bayang adanya cacat formil dan materiil yang mewarnai perjalanan pembahasan RUU ini sudah bisa diidentifikasi sejak awal. Sehingga sudah bisa diprediksi kemungkinan akan adanya yudisial review ke MK begitu RUU ini diketok palu untuk disahkan berlakunya.

"Bagaimana mungkin kerja yang serba ngebut mampu menghasilkan undang-undang yang berkualitas, baik dari segi proses penyusunan maupun bobot isinya. Tidakkah undang-undang yang dihasilkan nanti hanya sekedar jadi alat legitimasi, yang penting sudah ada landasan konstitusional untuk memindahkan ibu kota," ujar lulusan FH ULM Banjarmasin tersebut.

Menurutnya, perlu dipahami bahwa keberadaan undang-undang di suatu negara mempunyai kedudukan strategis dan penting, baik dilihat dari konsepsi negara hukum, hierarki norma hukum, maupun dilihat dari fungsi undang-undang pada umumnya, dan asas pembentukannya.

"Pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik itu harus ada kejelasan tujuan, kelembagaana pejabat pembentuk yang tepat, kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan, dapat dilaksanakan, kedayagunaan dan kehasilgunaan, kejelasan rumusan, dan keterbukaannya," tambahnya.

Selanjutnya berkaitan dengan aspek materiilnya sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (1) UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, materi muatan yang harus diatur melalui UU adalah: pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan UUD 1945; perintah suatu UU untuk diatur dengan UU; pengesahan perjanjian internasional tertentu; tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.

Merujuk pada ketentuan pasal 10 ayat (1) UU 12/2011 tersebut maka patut dipertanyakan landasan dibuatnya UU IKN, apakah memang merupakan pengaturan lebih lanjut dari ketentuan yang ada di UUD 1945? Perintah suatu Undang Undang? Tindaklanjut perjanjian Internasional, putusan MK atau pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat?

"Jika tidak jelas landasan materiilnya maka bisa memunculkan kecurigaan kalau Undang Undang IKN dibuat bukan karena untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara tetapi semata-mata untuk kepentingan elite penguasa atau oligarki yang menjadi pengendalinya," ucap Desmond J Mahesa, dikutip pada kolom opininya di www.law-justice.co.

Untuk sekadar contoh jika dikaji dari aspek materiil beberapa pasal di RUU IKN masih perlu di perjelas substansinya sebagai contoh tentang fungsi IKN apakah hanya sebagai pusat pemerintahan saja sebagaimana yang disebutkan pada Pasal 5 ayat (1) atau yang lainya. Karena ketentuan pada Pasal 2 menyatakan salah satu tujuan IKN sebagai “penggerak masa depan ekonomi  Indonesia”.  Ketidakjelasan tujuan akan menyebabkan tidak tercapainya tujuan pembentukan UU itu sendiri nantinya.

Selanjutnya pada konsideran “Mengingat” mencatumkan Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 18B ayat (1) UUD 1945, dimana di dalam kedua ayat tersebut mengatur mengenai “Pemerintahan Daerah” bukan “Pemerintah Daerah”. Pemerintahan Daerah mencakup pihak eksekutif dan legislatif, sementara Pemerintah Daerah hanya sebatas pihak eksekutif saja.

Jika disebut Pemerintahan Daerah maka konsekuensinya harus memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang dipilih melalui Pemilihan Umum (Pasal 18 ayat 3 UUD 1945). Karena itu, Pemerintahan Daerah Khusus IKN juga harus memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Meskipun Pemerintah Daerah Khusus dalam nomenklaturnya menggunakan istilah Otorita IKN, perlu tetap memerlukan keberadaan DPRD sebagai prasyarat terbentuknya Pemerintahan Daerah Khusus.

Kedudukan Pemerintahan Daerah Khusus perlu diperjelas ekstensinya. Pada Pasal 1 angka 2 disebutkan kedudukan IKN sebagai satuan pemerintahan daerah setingkat provinsi, namun pada Pasal 4 ayat 1 huruf b disebutkan otorita IKN sebagai lembaga setingkat dengan kementerian. Dua aturan ini terkesan masih konstradiktif sehingga perlu adanya harmonisasi supaya tidak bias pengertiannya.

Desmond juga membeberkan fakta sejumlah negara yang memindahkan ibu kota negaranya, banyak yang gagal dari rencana semula yang dibayangkan dan diniatkan.

"Semoga saja tidak menjadi kota hantu nantinya ibu kota baru ini. Karena banyak pengalaman negara lain menunjukkan demikian, disebabkan kurang dan lemahnya kajian awal," ujar mantan aktivis mahasiswa era Orde Baru ini.

Editor: Khairiadi Asa



Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال