Ilustrasi. Gedung KPK (Foto: nett) |
BORNEOTREND.COM - Sejumlah pihak ramai-ramai mengkritik lagu Mars & Hymne KPK yang dibuat oleh Ardina Safitri, istri Ketua KPK Firli Bahuri. Pembuatan lagu tersebut dicap hanya sekadar seremonial belaka dan tidak berdampak pada kerja-kerja pemberantasan korupsi.
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, menganggap tindakan yang bersifat seremonial itu sama sekali tidak penting.
"Mars dan Hymne yang baru saja dibuat KPK tidak akan menaikkan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia, berkontribusi bagi kerja KPK, dan memperbaiki citra buruk KPK di mata masyarakat. Praktis itu sekadar kegiatan seremonial dan gimik belaka," ujar Kurnia kepada CNNIndonesia.com, Jumat (18/2).
Ia pun mempertanyakan mengenai proses penunjukan istri Firli sebagai pengarang lagu yang kemudian dijadikan identitas lembaga antirasuah tersebut. Sebab, terang dia, hal itu menyangkut dugaan benturan kepentingan yang seharusnya dihindari oleh insan KPK.
Kurnia lantas mengingatkan Firli bahwa KPK merupakan lembaga negara yang didanai oleh APBN. Oleh karena itu, Firli seharusnya menghindari kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk kepentingan pribadi.
"Jadi, jangan pernah beranggapan karena dirinya adalah Ketua KPK, maka lembaga antirasuah itu menjadi miliknya atau keluarganya," kata Kurnia.
Peneliti Pusat Kajian Anti-Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (PUKAT UGM), Zaenur Rohman, juga menduga ada konflik kepentingan di balik lagu Mars & Hymne KPK. Menurut dia, seharusnya ada semacam kompetisi untuk menentukan hymne KPK. Bukan dari istri Ketua KPK.
Ia pun yakin lagu Mars & Hymne KPK tidak akan memberikan dampak positif terhadap kerja-kerja pemberantasan korupsi.
"Lagu itu hanya gimik dari ketua KPK yang tidak banyak berkontribusi pada pemberantasan korupsi, justru ditertawakan, disikapi negatif oleh masyarakat," ucapnya.
Ketua Indonesia Memanggil (IM57+) Institute, Mochamad Praswad Nugraha, menilai dugaan konflik kepentingan sangat kental mengingat lagu tersebut dibuat oleh istri Firli. Terlebih, penyerahan hak cipta lagu tersebut melibatkan langsung Menkumham Yasonna H. Laoly.
Dia juga menilai kerja-kerja pemberantasan korupsi tidak memerlukan sebuah lagu ataupun hymne.
"Karena hymne pemberantasan korupsi yang sejati ada di dalam jerit tangis derita rakyat korban bansos yang sampai saat ini tidak dituntaskan oleh KPK, tangis ribuan mahasiswa yang menjadi korban aksi Reformasi Dikorupsi 2019, tangisan warga Desa Wadas, tangisan para korban PHK akibat krisis pandemi yang tidak bisa mencairkan JHT [Jaminan Hari Tua]-nya sampai dengan umur 56 tahun nanti," lanjut dia.
Mantan Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, menilai pembuatan lagu tersebut merupakan agenda seremonial yang tidak pada tempatnya. Ia menganggap hal tersebut tidak ada guna.
"Kalau ada gunanya sih silakan aja, tapi kalau saya lihat itu useless," kata Saut kepada CNNIndonesia.com saat dihubungi melalui sambungan telepon, Kamis (17/2).
Penjelasan KPK Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, mengatakan lagu Mars & Hymne KPK merupakan hibah dari istri Firli. Ia berujar lirik dari lagu tersebut memberi semangat bagi insan KPK untuk memberantas korupsi.
"Ketika ada satu pihak yang menghibahkan lagu ciptaannya tanpa bayar, ya, hak ciptanya diberikan ke KPK lho, ada yang salah enggak? Kalau saya ada kemampuan saya akan buat, kalau istri saya punya kemampuan membuat lagu akan saya usulkan. Itu sebetulnya," jelas Alex seperti dikutip CNN Indonesia.
"Ini kebetulan istrinya ketua KPK, dia ingin berkontribusi ke KPK dengan membuat Mars & Hymne," lanjutnya.
Alex menepis penilaian sejumlah pihak terkait konflik kepentingan atau conflict of interest (CoI) di balik proses lagu tersebut.
"CoI-nya di mana? Bukankah itu sesuatu yang baik ketika ada warga negara yang ingin terlibat dalam pemberantasan korupsi dengan membuat lagu yang bisa menguatkan semangat pegawai KPK untuk memberantas korupsi," ucap Alex.
Editor: Khairiadi Asa