UU Pemilu dan Ciptaker Paling Banyak Digugat ke MK

 

Ilustrasi. Gedung Mahkamah Konstitusi
(Foto: nett)

BORNEOTREND.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) mengungkap Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) masuk dalam daftar undang-undang yang paling banyak digugat selama tahun 2021.

MK mencatat ada 121 perkara pengujian undang-undang pada 2021. Dari 48 undang-undang yang digugat tahun kemarin, UU Pemilu dan UU Cipta Kerja paling sering diperkarakan di MK.

"Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja diuji masing-masing sebanyak sembilan kali," kata Ketua MK Anwar Usman seperti dikutip CNN Indonesia pada Sidang Pleno Khusus Laporan Mahkamah Konstitusi (MK) Tahun 2021, Kamis (10/2).

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menempati urutan kedua dengan empat gugatan pada 2021. Kemudian, Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) serta Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang digugat tiga kali.

Pada 2021, MK tak hanya menangani perkara pengujian undang-undang. Mereka juga menangani tiga perkara sengketa kewenangan lembaga negara dan 153 perkara pemilihan kepala daerah.

Total gugatan yang ditangani MK pada 2021 mencapai 277 perkara. Sebagian gugatan belum beres diputus hingga pergantian tahun.

"Sampai dengan akhir tahun 2021, 22 perkara pengujian undang-undang masih dalam proses pemeriksaan," ucap Anwar.

Anwar menyampaikan keterlambatan berkaitan dengan tugas MK mengadili sengketa Pilkada Serentak 2020. Menurutnya, MK hanya punya waktu efektif delapan bulan untuk menuntaskan berbagai perkara selain pilkada.

"Kendatipun dilakukan dalam kurun waktu delapan bulan dan sempat menunda persidangan, namun MK mampu menyelesaikan perkara dengan rata-rata waktu yang relatif cepat," ujarnya.

Sebelumnya, sejumlah tokoh menggugat ketentuan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) yang ada di UU Pemilu. Tokoh-tokoh seperti Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn.) Gatot Nurmantyo dan Anggota DPD Fahira Idris meminta MK menghapus presidential threshold 20 persen.

Selain itu, sejumlah elemen masyarakat juga menggugat UU Cipta Kerja. Bahkan, MK sudah memutus UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.

MK memerintahkan DPR dan pemerintah memperbaiki pembuatan undang-undang tersebut dalam kurun dua tahun. Jika perbaikan tidak dilakukan, UU Cipta Kerja otomatis bertentangan dengan konstitusi.

Editor: Khairiadi Asa




Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال