TURUNKAN STUNTING: Sejumlah Kepala Daerah di Provinsi Kalsel serta jajaran BKKBN berkomitmen untuk menurunkan angka stunting di Kalsel – Foto Dok |
BORNEOTREND.COM – Untuk mempercepat penurunan angka stunting di Banua, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Kalsel menggelar kegiatan Sosialisasi Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting (RAN PASTI), Senin (21/3/2022) di Kota Banjarmasin.
"BKKBN diberi amanah Presiden Joko Widodo sebagai ketua pelaksana percepatan penurunan stunting sesuai Peraturan Presiden Nomor 72/2021. Karena itulah melalui sosialisasi RAN PASTI tersebut kita bisa memberikan penjelasan secara komprehensif kepada para pemangku kepentingan mengenai mekanisme tata kerja percepatan penurunan stunting di tingkat Provinsi, Kabupaten dan Kota serta Desa," tegas Inspektur Utama (Irtama) BKKBN, Ari Dwikora Tono Ak MEc Dev.
Ari menegaskan Pembentukan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di seluruh Kalsel “harus” segera dituntaskan di bulan Maret 2022 ini agar dana yang telah dialokasikan bisa terserap maksimal dan tepat sasaran.
“Jumlah penduduk Indonesia saat ini didominasi oleh generasi muda yang baru berkeluarga dan yang akan berkeluarga. Tahun 2025 hingga 2035 adalah puncaknya bonus demografi sehingga kita tidak boleh lengah akan potensi lahirnya bayi-bayi stunting. Stunting bisa dicegah asalkan kita semua berkonvergensi untuk mengatasi persoalan itu,” tambahnya.
Provinsi Kalsel sendiri, katanya, memiliki peran besar dalam penurunan angka stunting di tanah air. Jika prevalensi stunting di Kalsel, terutama di daerah berstatus merah turun drastis, maka kontribusinya untuk penurunan angka stunting di tanah air cukup berarti.
"Kalsel merupakan salah satu dari 12 provinsi prioritas yang memiliki prevalensi stunting tertinggi di tanah air tahun 2022 ini. Berdasar Data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, 5 wilayah di Kalsel termasuk dalam 76 Kabupaten Dan kota berkategori “merah”. Status merah disematkan untuk wilayah yang memiliki prevalensi stunting di atas kisaran 30 persen," timpalnya.
Bahkan, jelas dia lagi, untuk Kabupaten Banjar, Tapin, Barito Kuala dan Balangan memiliki prevalensi di atas angka 32 persen. Padahal batas ambang atas yang ditetapkan Badan Kesehatan Dunia atau WHO adalah 20 persen. Terkhusus untuk Kabupaten Banjar yang mempunyai angka prevalensi 40,2 persen jika dianalogikan dengan skor prevalensi 40,2 persen, itu berarti ada 40 balita dikategorikan stunting di antara 100 balita yang ada di Kabupaten Banjar. Selain Kabupaten Banjar, Tapin, Batola dan Balangan yang mempunyai prevalensi di atas 30 persen, Tala juga termasuk daerah yang berstatus merah.
Ada pun 6 daerah yang berstatus “kuning” dengan prevalensi 20 hingga 30 persen, diurut dari yang memiliki prevalensi tertinggi hingga terendah mencakup Kabupaten HST, HSS, Tabalong, Kota Banjarmasin, Kotabaru dan HSU. Bahkan HST dengan prevalensi 29,6 persen dan HSU dengan 29,1 persen, nyaris berstatus merah.
Sementara, dua daerah lain di Provinsi Kalsel, yakni Banjarbaru dan Tanah Bumbu berpredikat “hijau” dengan angka prevalensi stuntingnya di antara 10 hingga 20 persen. Malah Tanbu dengan prevalensi 18,7 persen menjadi daerah yang memiliki prevalensi angka stunting terendah di Provinsi Kalsel.
"Dari data tersebut tidak ada satu pun daerah di Kalsel yang berstatus “biru” yakni dengan prevalensi di bawah 10 persen," ungkapnya.
Agar sesuai dengan target nasional capaian angka stunting 14 persen di tahun 2024 sesuai dengan komitmen Presiden Joko Widodo, maka laju penurunan stunting per tahun haruslah di kisaran 3,4 persen. Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting Indonesia menunjukan “keseriusan” dalam penanganan stunting di Pusat maupun di Daerah.
Dengan melihat kondisi aktual yang terjadi saat ini, Pemerintah Provinsi “ditagih” komitmennya agar prevalensi stunting di tahun 2021 yang mencapai angka rata-rata 30 persen bisa menurun menjadi 25,71 persen diakhir 2022. Tidak itu saja, Provinsi Kalsel juga ditarget memiliki angka prevalensi stunting 21,51 persen di 2023 dan diharapkan di 2024 menyentuh angka 17,27 persen.
"Dengan demikian di 2024 tidak ada lagi wilayah yang berstatus merah di seantero Kalsel. Daerah ini harus menjadi provinsi “percontohan” di Kalimantan dalam hal percepatan penurunan angka stunting," tuturnya.
BKKBN sendiri menyadari peran keluarga begitu sangat strategis sehingga patut disematkan sebutan keluarga sebagai tiang negara.
"Keluarga yang sehat, produktif dan memiliki kualitas dipastikan akan memiliki bayi-bayi yang sehat pula," bebernya.
Sementara itu, para kepala daerah yang hadir di Sosialisasi RAN PASTI memastikan arahan dari BKKBN untuk percepatan penurunan stunting segera dilaksanakan di daerahnya masing-masing. Sinergitas antara BKKBN dengan Pemerintah Daerah di Kalsel menjadi lebih solid dengan acara sosialisasi ini.
Bupati Tabalong Drs H Anang Syakhfiani MSi misalnya, mengakui target capaian yang diberikan BKKBN dari angka prevalensi stunting 28,2 persen menurut angka SSGI di tahun 2021 menjadi 25,68 persen di akhir 2022 dan 21,49 persen di 2023 serta 17,27 persen di 2024 adalah sebuah tantangan dan butuh perjuangan semua pihak di Tabalong.
“Sejak awal saya mengemban amanah sebagai kepala daerah, saya selalu memberikan perhatian untuk masalah stunting. Harus diakui pemahaman masyarakat Tabalong tentang stunting masih rendah, demikian juga pemahaman di level jajaran pemerintah. Menjadi kewajiban saya dan jajaran Pemkab Tabalong untuk terus mengingatkan, mengedukasi dan membenahi sektor hulu dan sektor hilir dari permasalahan stunting di masyarakat. Alhamdulillah kerja keras dari semua pihak menjadikan Kabupaten Tabalong berkategori kuning dalam hal angka prevalensi stunting. Ke depannya saya meminta semua pihak di Tabalong untuk terus menurunkan angka stunting," ucapnya.
Tidak berbeda, Bupati Tala Drs HM Sukamta MAP menambahkan, pihaknya sangat berkomitmen untuk percepatan penurunan angka stunting di daerahnya.
“Perlu adanya koordinasi dan konsolidasi antar sektor mengingat penurunan stunting bukan hanya diawali dari 1.000 hari pertama kehidupan tetapi justru dimulai sejak sejak pra nikah. Calon ibu perlu diperiksa kesehatannya. Peran dinas kesehatan, tokoh masyarakat, kader Posyandu, pemerintah desa serta satuan kerja perangkat daerah lainnya harus optimal,” terangnya.
Menurutnya dari sisi anggaran di APBD Tala, jelas ada integrasi program baik di Dinkes, P2KBP3A, Ketahanan Pangan dan Perikanan, Bappeda serta APB Desa untuk percepatan penurunan stunting. Persoalan stunting adalah persoalan yang harus diselesaikan dengan baik agar target yang diberikan BKKBN kepada Pemkab Tala.
"Agar angka prevalensi stunting di Tala 2021 yang mencapai 31 persen bisa turun menjadi 28,22 persen di 2022. Tala juga diharapkan bisa keluar dari zona prevalensi merah di 2023 dengan target angka prevalensi 23,61 dan terus melandai di 2024 menjadi 18,97 persen," timpalnya.
Sebagai informasi, Percepatan Penurunan Stunting Menjadi Indikator Kemajuan Daerah. Selain itu dalam Sosialisasi RAN PASTI di Kalsel ini juga dibahas mengenai pemantauan, pelaporan serta evaluasi. Dan yang tidak kalah pentingnya lagi, skenario “pendanaan” stunting di daerah juga termasuk yang disosialisasikan. Indikator penurunan stunting akan menjadi salah satu parameter keberhasilan kepala daerah dalam mensejahterakan warganya dan menghelat kemajuan pembangunan daerah.
Sosialisasi RAN PASTI ini menghadirkan para pembicara dari BKKBN serta para Wakil Ketua Pelaksana Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Pusat dari unsur Sekretariat Wakil Presiden, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Dalam Negeri serta Kementerian Kesehatan.
Penulis: Akhmad Faisal