DISKUSI: Direktur Utama Jasa Raharja Rivan A. Purwantono (kanan) - Foto Dok |
BORNEOTREND.COM- Pemerintah terus melakukan optimalisasi Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) melalui berbagai instansi. Salah satu payung hukum dari upaya tersebut adalah melalui penerapan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 74.
Hal ini sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap Kendaraan Bermotor Pasal 1 ayat (1). Samsat merupakan serangkaian kegiatan dalam penyelenggaraan Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor, pembayaran Pajak kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan pembayaran Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan secara terintegrasi dan terkoordinasi dalam Kantor Bersama Samsat.
Kantor Bersama Samsat menjadi wadah bagi tiga instansi yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia yang membidangi lalu lintas, Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah dan PT Jasa Raharja untuk menjalankan fungsi dan kewenangan masing-masing.
Namun, dalam pelaksanaan fungsi Kesamsatan, sistem pengelolaan data yang digunakan masih belum terintegrasi sehingga menyebabkan perbedaan jumlah data kendaraan ditiap instansi. Data kendaraan per 31 Desember 2021 pihak Polri mencatat terdapat 148 juta kendaraan, berbanding dengan 112 juta kendaraan yang dimiliki oleh Kemendagri dan 103 juta kendaraan yang dicatat oleh PT Jasa Raharja.
Atas permasalahan perbedaan data ditiap instansi, diperlukan penataan data yang baik melalui single data yang akan dikelola bersama oleh ketiga instansi. Penggunaan sistem single data bertujuan untuk peningkatan akurasi jumlah data kendaraan bermotor di Samsat.
Dengan adanya data yang akurat, pemangku kepentingan di Samsat dapat mengetahui jumlah data kendaraan bermotor dan status kendaraannya, jumlah kendaraan bermotor yang sudah membayar pajak serta jumlah kendaraan bermotor yang belum membayar pajak. Dengan kata lain, melalui pengelolaan single data, ketiga instansi dapat mengetahui tingkat ketidakpatuhan masyarakat dalam melakukan pembayaran PKB.
Ketidakpatuhan masyarakat dalam pembayaran PKB menjadi isu utama yang sedang dihadapi oleh ketiga instansi di Samsat. Oleh karena itu, pemerintah berupaya untuk menggali potensi pajak tersebut sesuai dengan kewenangan tiap Instansi di Samsat.
“Berdasarkan data PT Jasa Raharja, terdapat 40 juta kendaraan atau 39% dari total kendaraan yang tercatat belum melakukan pembayaran PKB, yang secara nominal merupakan potensi penerimaan pajak diperkirakan lebih dari Rp100 Triliun,” tulis Humas Jasa Raharja pada keterangannya, (18/7/2022) lalu.
Dari sisi Polri, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui upaya penegakkan hukum untuk pelanggaran lalu lintas, yang salah satunya, melalui penerapan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 74, yaitu penghapusan data kendaraan bermotor dari daftar registrasi dan indentifikasi kendaraan bermotor. Selain itu, Korlantas Polri juga akan mengimplementasikan Perpol No. 7 Tahun 2021 tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor Pasal 85.
Sebagai upaya untuk penerapan UU Nomor 22 Tahun 2009 dan upaya untuk mendapatkan informasi status perpajakan kendaraan bermotor, Korlantas Polri melakukan upaya penegakkan hukum berbasis digital melalui Electronic Traffic Law Enforcement (E-TLE). E-TLE merupakan sistem berbasis teknologi informasi dengan memanfaatkan perangkat elektronik berupa kamera CCTV yang dapat mendeteksi berbagai jenis kendaraan lalu lintas. E-TLE bertujuan untuk meminimalisir adanya pertemuan antara masyarakat dengan petugas, meningkatkan akurasi objek hukum dan efisiensi waktu dan biaya.
Penggunaan E-TLE juga diharapkan dapat meningkatkan awareness masyarakat terkait peraturan berkendara di lalu lintas dan kepatuhan dalam membayar pajak kendaraan bermotor. Dari penggunaan E-TLE, pihak Polri dapat menindak pelanggaran lalu lintas yang ada dan dapat mengetahui masa berlaku pajak dari Kendaraan tersebut.
Namun dalam impelementasinya, output dari Sistem E-TLE masih belum optimal, dari 36 juta pelanggaran, telah dikirimkan 417 ribu surat tilang dan hanya terbayar kurang dari 153 ribu surat tilang. Hal ini disebabkan oleh akurasi data E-TLE yang masih rendah dan kurangnya infrastruktur E-TLE di jalanan Indonesia.
Untuk permasalahan akurasi data E-TLE, akurasi data dapat ditingkatkan melalui penerapan Single Data, sementara untuk kurangnya infrastruktur E-TLE diperlukan support dari Bapenda dan PT Jasa Raharja untuk membantu penyediaan infrastruktur E-TLE.
Dari sisi Kemendagri, upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengingatkan Pemerindah Daerah untuk melaksanakan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pasal 97 ayat (2) dan Pergub tentang Petunjuk Pelaksanaan Daerah terkait Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). Selain itu, Kemendagri juga dapat memberikan relaksasi berupa penghapusan BBN 2 dan denda progresif untuk mendorong registrasi pengesahan PKB serta memberikan edaran ke Pemerintah Provinsi untuk pemanfaatan NPHD dalam optimalisasi pendapatan PKB.
Dari sisi PT Jasa Raharja, upaya yang dapat dilakukan adalah melalui support validitas data, alamat dan kontak pemilik kendaraan melalui pembangunan sistem integrasi single data kendaraan serta melakukan sosialisasi dan mengedukasi kepada pemilik kendaraan untuk bisa meningkatkan ketaatan masyarakat dalam membayar PKB.
Besar harapannya dengan diimplementasikannya UU Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 74, integrasi data melalui single data, serta optimalisasi penggunaan E-TLE, kinerja Pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor akan semakin baik, tingkat kepatuhan masyarakat dalam pembayaran PKB semakin meningkat, serta data kendaraan bermotor di Samsat akan semakin akurat sehingga Negara, Intansi di Samsat khususnya, dapat memberikan pelayanan yang lebih maksimal kepada masyarakat, karena dengan peningkatan penerimaan Pajak, Negara mempunyai kapasitas yang lebih baik untuk pembangunan, perbaikan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat.
Sumber: Jasa Raharja