AMBRUK: Nilai tukar poundsterling ambruk ke level terlemah dalam 37 tahun terakhir melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (7/9/2022) - Foto Net. |
Outlook perekonomian Inggris yang semakin 'gelap gulita' memicu jebloknya poundsterling. Kemarin poundsterling sempat merosot nyaris 1% ke US$ 1,1403 yang merupakan level terendah Maret 1985, berdasarkan data Refinitiv. Sepanjang tahun ini poundsterling jeblok hingga 15%.
Rekor terlemah poundsterling tercatat di US$ 1,0520 yang tercatat pada 26 Februari 1985.
Sementara itu melawan rupiah, poundsterling jeblok nyaris 11%, berada di Rp 14.174/GBP, terendah sejak September 2019.
Inflasi di Inggris yang meroket 10,1% year-on-year (yoy) pada Juli menjadi pemicu kemerosotan poundstelring. Inflasi tersebut menjadi yang tertinggi dalam 40 tahun terakhir, pemicunya apalagi kalau bukan harga energi dan pangan, masalah yang sama dihadapi dunia saat ini.
Dengan nilai poundsterling yang jeblok, ada risiko inflasi akan semakin tinggi. Bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) tentunya akan terus agresif menaikkan suku bunga. Saat ini suku bunga BoE sebesar 1,75%. Banyak analis melihat suku bunga tersebut akan terus dikerek hingga mencapai 4% di semester I-2023.
Inflasi tinggi akan menggerus data beli masyarakat, apalagi ditambah dengan suku bunga yang tinggi. Ekspansi dunia usaha juga akan terhambat, alhasil resesi semakin nyata.
Deutsche Bank dalam catatannya yang dirilis Senin lalu menyebut risiko krisis poundsterling cukup besar.
"Dengan transaksi berjalan yang mencatat rekor defisit, untuk bangkit poundsterling perlu capital inflow yang besar yang didukung tingkat keyakinan investor serta penurunan ekspektasi inflasi. Tetapi yang terjadi saat ini adalah kebalikannya," tulis Deutsche Bank dalam catatannya yang dikutip CNBC International.
Sebelum Inggris, kurs euro juga terlebih dahulu mengalami 'kiamat'. Selasa lalu euro US$ 0,9862, terlemah sejak Desember 2002.Sepanjang tahun ini euro sudah jeblok sekitar 13% melawan dolar AS.
Mata uang euro secara resmi mulai digunakan dalam bentuk giral pada 1 Januari 1999. Sejak peluncurannya tersebut, nilai euro menurun dan menyentuh level terlemah US$ 0,8225 pada 26 Oktober 2000. Namun,sejak awal 2003, euro sebenarnya tidak pernah berada di bawah level paritas (EUR 1 = US$ 1).
Artinya mata uang 19 negara ini semakin dekat dengan rekor terlemah sepanjang sejarah. Masalah yang dihadapi pun sama, yakni tingginya inflasi. Tidak hanya Eropa termasuk Inggris, banyak negara lain juga mengalami hal yang sama, sehingga perekonomian dunia semakin gelap gulita.
Sumber : CNBC Indonesia