BERGAYA: Founder Tesla dan SpaceX Elon Musk - Foto Nett |
BORNEOTREND.COM- Belakangan kabar dari industri startup yang sedang dilanda badai PHK maupun mengalami kebangkrutan sering terdengar. Mengenai hal ini, Elon Musk mengaku tak terganggu sama sekali dengan rentetan masalah yang sedang melanda startup. Ia malah menyebut hal itu sebagai suatu hal yang baik.
Seperti yang diketahui perang Rusia dan Ukraina serta lockdown di China memberikan tambahan tekanan terhadap rantai pasokan, dan ancaman resesi global bahkan terjadi. Alasan tersebut lah yang menjadi salah satu sumber masalah banyak startup akhirnya tumbang.
"Ini sebenarnya hal yang baik. Sudah terlalu lama uang diberikan ke orang-orang bodoh. Beberapa kebangkrutan perlu terjadi," ucapnya menanggapi pertanyaan pengguna Twitter, dikutip dari The Guardian, Rabu (21/9/2022) lalu.
Bos Tesla dan SpaceX itu mengklaim resesi baik karena perusahaan yang secara dengan arus kas negatif harus mati. Dengan begitu perusahaan-perusahaan itu akan berhenti menyerobot sumber daya yang seharusnya mengalir ke perusahaan sehat.
Namun, Tesla sendiri sebetulnya juga tumbuh dengan penggalangan modal US$20 miliar dari 2010 hingga 2018 sambil membukukan arus kas negatif US$9 miliar. Tahun lalu, merupakan tahun penuh pertama perusahaan menghasilkan laba.
Tesla juga bertahan karena paket stimulus yang dibuat pemerintah Amerika Serikat (AS). Misalnya pada 2009, perusahaan menerima pinjaman US$465 juta sebagai bagian dari paket stimulus federal, yang pada dasarnya untuk membayar pengembangan dan pembuatan Model S.
Selain itu Tesla juga mendapatkan keringanan pajak untuk kendaraan ramah lingkungan dan rutin membantu dirinya sendiri untuk subsidi perusahaan. Sejak Agustus lalu, perusahaan menerima insentif sekitar US$64 juta untuk pindah ke Austin Texas dan membangun pabrik baru Giga Texas.
Perusahaan Elon Musk lain juga mendapatkan manfaat dari ini. LA Times pada tahun 2015 melaporkan jumlahnya hampir US$5 miliar dalam bentuk dukungan pemerintah, termasuk SpaceX yang mendapatkan kontak US$2,89 miliar dengan NASA dan kontrak angkatan udara senilai US$653 juta.
Sumber: CNBC Indonesia