WAWANCARA: Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono - Foto Dok |
BORNEOTREND.COM- Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat (PD) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menduga ada upaya agar Pilpres 2024 nanti diatur hanya akan diikuti oleh dua pasangan capres-cawapres. PDI Perjuangan (PDIP) menepis dugaan SBY seraya mewanti-wanti SBY.
Dugaan SBY disampaikan saat Rapimnas Partai Demokrat 2022, Kamis (15/9/2022) lalu di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Pusat. SBY awalnya membeberkan adanya tanda-tanda Pemilu 2024 akan berlangsung secara tidak jujur dan tidak adil.
"Para kader mengapa saya harus turun gunung menghadapi Pemilihan Umum 2024, saya mendengar mengetahui bahwa ada tanda-tanda Pemilu 2024 bisa tidak jujur dan tidak adil," kata SBY seperti dilihat detikcom di akun Tiktok @pdemokrat.sumut, Sabtu (17/9/2022) lalu. DPD Partai Demokrat Sumatera Utara telah mengizinkan isi Tiktok itu untuk dikutip.
Masih dalam video Tiktok itu, SBY mengatakan akan ada skenario capres-cawapres hanya akan diikuti oleh dua pasangan. SBY menyebut itu dikehendaki oleh mereka agar oposisi tidak bisa mengajukan capres dan cawapres.
"Konon akan diatur dalam pemilihan presiden nanti yang hanya diinginkan oleh mereka dua pasangan capres-cawapres saja yang dikehendaki oleh mereka. Informasinya Demokrat sebagai oposisi jangan harap bisa mengajukan capres-cawapresnya sendiri bersama koalisi tentunya," ucapnya.
"Jahat bukan? Menginjak-injak hak rakyat bukan? Pikiran seperti itu batil, itu bukan hak mereka, pemilu adalah hak rakyat, hak untuk memilih dan hak untuk dipilih, yang berdaulat juga rakyat. Dan ingat selama 10 tahun dulu kita di pemerintahan 2 kali menyelenggarakan pemilu, selama pilpres Demokrat tidak pernah melakukan kebatilan seperti itu," lanjutnya.
PDIP Bantah SBY
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto membantah pernyataan dugaan SBY soal adanya upaya agar Pilpres 2024 hanya akan diikuti oleh dua pasangan capres-cawapres. Hasto menegaskan SBY mendapatkan informasi tidak benar.
"Setahu saya, beliau tidak pernah lagi naik gunung. Jadi turun gunungnya Pak SBY sudah lama dan berulang kali. Monggo turun gunung. Tetapi kalau turun gunungnya itu mau menyebarkan fitnah kepada Pak Jokowi, maka PDI Perjuangan akan naik gunung agar bisa melihat dengan jelas apa yang akan dilakukan oleh Pak SBY," ungkap Hasto dalam keterangannya, Sabtu (17/9/2022).
Dirinya menegaskan bahwa SBY menerima informasi tidak tepat terkait adanya upaya Pilpres 2024 diikuti 2 paslon. Dia mengingatkan SBY agar hati-hati mengganggu Jokowi.
"Sebab informasi yang diterima Pak SBY sangat tidak tepat. Jadi hati-hati kalau mau ganggu Pak Jokowi," tambahnya.
Kemudian dirinya menilai SBY menyampaikan hal itu lantaran khawatir terhadap anaknya yang juga Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Hasto meminta agar SBY tidak membuat tudingan-tudingan Jokowi akan berbuat jahat dan batil dalam Pemilu 2024.
"Bisa tidaknya Demokrat bisa mencalonkan AHY dalam pilpres jangan dijadikan indikator sebagaimana tuduhan adanya skenario pemerintahan Pak Jokowi untuk berbuat jahat dalam pemilu. Pak Jokowi tidak pernah punya pikiran batil sebagaimana dituduhkan Pak SBY. Pak Jokowi juga tidak menginjak-injak hak rakyat. Dengan blusukan Pak Jokowi mengangkat martabat rakyat," timpalnya.
Dirinya juga menilai SBY tidak bijak menduga Pilpres 2024 akan berjalan tidak jujur dan tidak adil. Dia menegaskan kecurangan pemilu justru masif terjadi pada Pemilu 2009.
"Mohon maaf Pak SBY tidak bijak. Dalam catatan kualitas pemilu, tahun 2009 justru menjadi puncak kecurangan yang terjadi dalam sejarah demokrasi, dan hal tersebut Pak SBY yang bertanggung jawab. Zaman Pak Harto saja tidak ada manipulasi DPT. Zaman Pak SBY manipulasi DPT bersifat masif, salah satu buktinya ada di Pacitan," bebernya.
"Selain itu Anas Urbaningrum dan Andi Nurpati, yang seharusnya menjadi wasit dalam pemilu, ternyata kemudian direkrut menjadi pengurus teras Partai Demokrat. Di luar itu, data-data hasil pemilu kemudian dimusnahkan. Berbagai bentuk tim senyap dibentuk. Selain itu, menurut penelitian, SBY menggunakan dana hasil kenaikan BBM untuk kepentingan elektoral. Pada saat bersamaan terjadi politisasi hukum terhadap lawan politik Pak SBY," lanjutnya.
Dirinya lagi-lagi membantah bahwa selama 10 tahun kepemimpinan SBY dan berkuasanya Demokrat, tidak ada kecurangan Pemilu.
"Apa yang disampaikan oleh Pak SBY bahwa selama 10 tahun Demokrat memimpin tidak pernah melakukan kecurangan pemilu, mudah sekali dipatahkan. Jadi biar para pakar pemilu yang kredibel yang menilai demokratis tidaknya 10 tahun ketika Demokrat memimpin. Bukan hanya itu, saksi kunci berbagai kasus korupsi besar pun banyak meninggal tidak wajar di zaman pemerintahan Pak SBY. Itu yang bisa diteliti," imbuhnya.
Sumber: Detik