SOSIALISASI: Pondok Rasyidiyah Khalidiyah (Rakha) Amuntai menjadi tempat sosialisasi Undang-Undang Pondok Pesantren yang digelar Majelis Masyayikh – Foto Dok |
BORNEOTREND.COM - Majelis Masyayikh menggelar Sosialisasi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pondok Pesantren di Pondok Rasyidiyah Khalidiyah (Rakha) Amuntai, Rabu (30/11/2022).
Ketua Majelis Masyayikh, Abdul Ghofarrozin mengatakan, sosialisasi Undang-undang Pesantren ini perlu dilaksanakan guna menjelaskan substansi isi dari Undang-undang sebagai pedoman di kalangan pondok pesantren.
"Karenanya, undang-undang ini merupakan rumah besar bagi kalangan pesantren karena perumusan hingga disahkan telah melalui proses panjang baik diusahakan, diperjuangkan dan diikhtiarkan oleh kalangan pesantren melalui proses yang panjang," katanya.
Dia juga menjelaskan dalam Undang-Undang Pesantren terdapat lima amanat utama, yakni rekognisi negara terkait dengan lulusan pesantren, kedua terkait dengan tradisi akademik, kemudian metode pembelajaran, otonomi tata kelola pesantren serta keragaman model.
"Jadi prinsip dan norma dalam Undang-Undang Pesantren ini di antaranya merupakan bagian dari Rekognisi, Afirmasi dan Fasilitasi Negara pada Pesantren. Undang-Undang Pesantren ini juga lahir dalam rangka peningkatan kualitas pesantren baik dari segi sumber daya manusia maupun sarana dan prasarana dengan intisari 5 poin tersebut," jelasnya.
Sementara itu, Pj Bupati HSU Raden Suriya Fadliansyah mengatakan, dilaksanakan kegiatan itu memiliki arti penting dalam rangka meningkatkan wawasan, pengetahuan dan pemahaman terkait Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pondok Pesantren.
"Pasalnya kita sebagai pimpinan dan pengurus lembaga pendidikan pondok pesantren sudah semestinya memiliki pemahaman yang komprehensif tentang Undang-Undang yang menjadi pedoman, dasar landasan hukum dan naungan dalam mengelola atau menjalankan pendidikan serta pembelajaran di pondok pesantren," ungkapnya.
Ia menambahkan, pondok pesantren merupakan salah satu lembaga masyarakat yang didirikan oleh yayasan maupun organisasi yang bertujuan untuk membentuk insan yang berakhlak mulia, menanamkan ketaqwaan dan keimanan.
“Setelah ditetapkannya tanggal 22 Oktober sebagai hari santri oleh Presiden Joko Widodo melalui Kepress Nomor 22 Tahun 2015, menjadi milestone bersejarah pengakuan eksistensi pesantren dalam berjuang untuk negara Indonesia, sekaligus membuka jalan bagi pengakuan secara utuh kepada pesanten yang telah ada jauh sebelum kemerdekaan sebagai lembaga yang memiliki kekhasan dan keaslian atas kontribusi bagi perkembangan Islam dan pemantik lembaga-lembaga Islam di Indonesia," tambahnya.
Ketua Umum Yayasan Ponpes Rakha diwakili Sekretaris Ponpes Rakha, Rifan Syafruddin menuturkan, pihaknya masih dalam suasana euphoria merayakan Satu Abad Ponpes Rakha dengan berbagai satuan Pendidikan yang dimiliki hingga saat ini.
"Salah satunya kami tahun ini mulai membuka Al-Azhar corner. Kita dijadikan salah satu cabang Al-Azhar, kalau masuk di situ dapat masuk Al Azhar tanpa tes," tuturnya.
Ia menyebut, Ponpes Rakha juga telah memiliki Mahad Aly, meskipun dalam pelaksanaanya banyak mendapat pertanyaan terkait seperti profil lulusan hingga arah ke depan.
“Kiranya di antara kita banyak yang bertanya Ma’had Aly ini mau kemana, ijazah statusnya seperti apa, maka itu dengan adanya forum yang sangat berharga ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut," pungkasnya.
Sosialisasi Undang-Undang Pondok Pesantren ini juga turut dihadiri Penjabat (Pj) Bupati Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Ketua Mejelis Masyayikh Pusat, Ketua Yayasan Ponpes Rakha Amuntai, Ketua Rabithah Ma’ahid Islam Kalimantan Selatan (Kalsel), Ketua STIQ Rakha, Ketua PWNU Kalsel, serta pimpinan atau pengasuh ponpes se-HSU.
Penulis: Fathur