"Bagaimana Mungkin Nasdem Tetap Bersama Jokowi, tapi Hendak Koalisi dengan Oposisi..."

 

KELANJUTAN KOALISI: Presiden Joko Widodo bersama Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh -Foto dok nasional.kompas.com

BORNEOTREND.COM- Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya menilai, sulit bagi Partai Nasdem untuk tetap berada di barisan partai pendukung pemerintah hingga akhir masa jabatan Presiden Joko Widodo.

Sebabnya, Nasdem berencana berkoalisi dengan Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) untuk Pemilu 2024, dua parpol dari kalangan oposisi.


"Menurut saya, sulit buat Nasdem mengatakan bahwa mereka tetap menjadi bagian dari rezim ini, tapi di sisi lain sekarang intens berkomunikasi dengan partai yang selama ini berseberangan dengan pemerintah," kata Yunarto kepada Kompas.com, Kamis (5/1/2023).


Logikanya, kata Yunarto, jika Nasdem hendak bekerja sama dengan oposisi, partai pimpinan Surya Paloh itu kini sudah punya pandangan berbeda terhadap kebijakan pemerintah.

Ihwal megaproyek pembangunan ibu kota negara (IKN) baru dan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) misalnya, pandangan pemerintah dengan Demokrat dan PKS amat berbeda terkait ini.

Menurut Yunarto, Nasdem akan sulit menempatkan diri jika pada saat bersamaan bermain di dua kaki, menjadi bagian dari pendukung pemerintahan sekaligus punya rencana berbesan dengan partai oposisi.

"Bagaimana mungkin Nasdem bisa mengatakan platformnya tetap sama dengan pemerintah ketika mereka berencana berkoalisi dengan dua partai yang dalam beberapa kebijakan strategis punya pandangan jelas berbeda?" ujarnya.

Apalagi, kata Yunarto, Nasdem, Demokrat, dan PKS mengusung nama "Koalisi Perubahan" untuk kongsi mereka.

Ini semakin menegaskan posisi Nasdem terhadap pemerintahan kini dan rencana koalisi mendatang.

"Bagaimana Nasdem menjelaskan di satu sisi dia adalah bagian dari 8 tahun pemerintahan Jokowi, tapi dia juga bicara mengenai Koalisi Perubahan. Apa yang mau diubah?" kata dia.

Oleh karenanya, menurut Yunarto, jika Nasdem hendak berkongsi dengan oposisi, hendaknya partai restorasi itu fokus dengan rencana ke depan.

Seharusnya tak menjadi soal jika ke depan isu reshuffle menteri-menteri Nasdem jadi kenyataan. Dengan demikian, Surya Paloh dan jajarannya justru tak terbebani dengan posisi mereka di pemerintahan Jokowi.

"Alangkah baiknya secara etika mereka fokus terhadap Koalisi Perubahan yang baru ini sehingga kemudian tidak terbebani oleh pemerintahan yang ada sekarang," kata Yunarto.

Yunarto menambahkan, reshuffle menteri-menteri Nasdem sangat mungkin dilakukan karena faktor politik semata.

Alasannya, bukan sebab Nasdem hendak mengusung Anies Baswedan sebagai calon presiden (capres), melainkan karena mereka berencana berkoalisi dengan oposisi.

"Ini bukan tentang Anies, ini tentang berkoalisi dengan oposisi yang berbeda," tutur Yunarto.

Sebagaimana diketahui, sejak lama Nasdem berencana berkoalisi dengan Demokrat dan PKS. Pertemuan kerap dilakukan, namun hingga kini koalisi belum juga diresmikan.

Kendati demikian, Nasdem sudah lebih dulu mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai capres untuk Pemilu 2024.

Sejak saat itu, partai pimpinan Surya Paloh tersebut kerap mendapat "serangan", utamanya dari PDI Perjuangan. Berulang kali Nasdem disindir, dan puncaknya disentil dengan isu reshuffle.

PDI-P meminta presiden mengevaluasi dua dari tiga menteri Nasdem yakni Mentan Syahrul Yasin Limpo serta Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar. Menurut PDI-P, evaluasi diperlukan untuk memastikan para menteri bekerja baik dan menuntaskan janji-janji kampanye presiden.

"Mentan dievaluasi, Menhut dievaluasi, Menteri Kehutanan ya, harus dievaluasi, semua menteri juga harus dievaluasi. Supaya apa? Supaya ada satu darah baru yang segar, yang bisa mendukung penuh kebijakan Pak Jokowi," kata Ketua DPP PDI Perjuangan Djarot Saiful Hidayat di kawasan Menteng, Jakarta, Jumat (23/12/2022).

Belakangan, Djarot meminta menteri-menteri Nasdem mengundurkan diri. Dia menduga, ada ketidakcocokan menteri-meneri tersebut dengan kebijakan pemerintahan.

"Kalau memang gentle betul sudah seperti itu, akan lebih baik, untuk menteri menterinya (menteri dari Nasdem) lebih baik mengundurkan diri. Itu lebih gentle," ujarnya, Selasa (3/1/2023).

Jokowi sendiri berulang kali juga melempar sinyal reshuffle. Namun, dia tak bicara pasti ihwal rencana perombakan Kabinet Indonesia Maju itu.

"Ditunggu saja," kata Jokowi, Senin (2/1/2023).

Sumber: nasional.kompas.com

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال