PAPARKAN RUKO PARSEL: Camat Paringin Selatan Renny Yudithesia menjelaskan panjang lebar mengenai inovasi Ruko Parsel kepada awak media – Foto Dok Sri Mulyani |
"Inovasi Rumah Koordinasi (Ruko) Parsel ini untuk mengerahkan semua aparatur kami untuk membantu desa baik dalam penyelesaian masalah yang terjadi di lingkup pemerintah desa, penggalian potensi desa, pembinaan pengelolaan keuangan desa, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban desa, maupun kegiatan pemberdayaan," paparnya.
Adapun yang mendasari terciptanya inovasi Ruko Parsel, jelas Renny, adalah proses pembangunan dapat terlaksana sesuai dengan apa yang diharapkan.
Maka salah satu aspek yang diperhatikan adalah koordinasi dari aparat pelaksana pembangunan.
Menurutnya, koordinasi adalah salah satu cara untuk mempersatukan usaha dari setiap penanggung jawab pelaksana pembangunan atau unit kerja yang ada di suatu daerah guna mempermudah proses pembangunan terutama pembangunan yang sesuai dengan tuntutan otonomi daerah mencapai tujuan pembangunan yang telah ditetapkan.
"Pembangunan dibutuhkan koordinasi yang baik agar dapat lebih efisien dari segi pembiayaan dan efektif dari segi hasil. Saling koordinasi yang baik dalam pembangunan ini penting karena akan menentukan dimana peran pemerintah dan dimana peran masyarakat sehingga kedua belah pihak mampu berperan secara optimal dan sinergitas," jelasnya.
Lebih lanjut, Renny mengatakan lahirnya inovasi Ruko Parsel ini dari data permasalahan dan letak Kecamatan Paringin Selatan yang terletak di perkantoran Kabupaten Balangan dengan jumlah 1 kelurahan dan 15 desa serta luas wilayah 86,80 km² dengan persentasi dari Kabupaten yaitu 4,62% merupakan Kecamatan terkecil dari 7 kecamatan yang ada di Kabupaten Balangan.
Dari kondisi geografis ini, Kecamatan Paringin selatan juga tidak luput dari berbagai permasalahan yang ada di desa, seperti halnya pelayanan yang prima terhadap masyarakat belum maksimal karena aparatur pemerintah desa dalam penguasaan IT, manajemen, pelayanan kepada masyarakat belum memadai. Kemudian dukungan fasilitas kerja di desa masih sangat terbatas.
Selanjtnya adalah belum maksimalnya kinerja badan permusyawarata desa dalam menjalankan fungsinya dalam menyerap aspirasi masyarakat.
Peran lembaga pemberdayaan dalam mendukung pemerintahan desa juga belum maksimal. Peran lembaga-lembaga pendukung pemerintah juga masih sangat minim. termasuk juga tata kelola administrasi dan pelaporan keuangan masih sangat rendah. Kemudian belum mampu menyediakan data dan informasi yang memadai di desa dalam penyusunan kebijakan pembangunan.
Ada juga kendala dimana desa belum mempunyai pedoman dan kesiapan tanggap darurat early warning sistem sehingga dalam mengantisipasi bencana sangat lemah.
Program-program lembaga yang ada di desa masih bersifat normatif sehingga implemtasinya belum merupakan kebutuhan masyarakat.
Selanjutnya penanganan stunting yakni masalah gizi buruk bayi balita masih kurang. Terakhir yakni gerakan pemberdayaan yang masih kurang.
Penulis: Sri Mulyani