Oleh: Noorhalis Majid (Ambon Demokrasi) |
BORNEOTREND.COM - Berbagai cara dilakukan untuk mendapatkan dana pemenangan Pemilu, ada yang halal – banyak pula memilih jalan tidak halal. Bahkan bila mampu dan punya peluang korupsi, nekat memilih korupsi.
Korupsi, mengambil uang negara, salah satu cara, selain cara lainnya yang tidak kalah berisiko, yaitu “melacurkan” diri pada kelompok oligarki – yang sebagian adalah para pegeruk sumber daya alam, yang memerlukan politisi, agar bisnis jahatnya masih tetap lancar. Pada pilihan ini ada simbiosis mutualisme, kolaborasi jahat saling menguntungkan.
Terbukti, tiap jelang pemilu, ada politisi ditangkap KPK, dan terungkap dana hasil korupsi mengalir pada parpol. Artinya, banyak yang kalap mencari dana pemenangan. Begitu kalapnya, hingga mudah ketahuan. Menurut KPK, proyek paling sering dikorupsi adalah infrastruktur.
Mudah membangun argumen, bahwa infrastruktur lebih dibutuhkan daripada yang lainnya. Walau tujuan dibalik proyek tersebut untuk mengambil keuntungan. Bila dilacak lebih jauh, gampang melihat keterkaitan dengan upaya pengumpulan dana pemenangan pemilu.
Akal "manahi punai" maknanya, perbuatan atau tindakan licik -culas, yang mudah terbaca dan diketahui orang lain. Seperti halnya burung punai, yang suka meninggalkan kotorannya di sembarang tempat, sehingga gampang ketahuan.
Seperti teori panopticon yang diperkenalkan Jeremy Bentham, seorang filsuf, penulis, reformis sosial Inggris, lahir 15 Februari 1748 di London. Bahwa panopticon adalah suatu desain arsitektur yang dirancang untuk menciptakan pengawasan yang efektif dan memengaruhi perilaku individu. Ide awalnya menciptakan struktur fisik yang memungkinkan pengawas mengawasi orang yang ada di dalamnya, tanpa mereka menyadari bahwa sedang diamati. Belakangan teori ini bermakna, kemampuan melihat prilaku orang.
Senada dengan teori Bentham tersebut, sebenarnya mudah saja melihat tindakan licik, jahat, termasuk korupsi. Walau dengan segala tipu daya, pasti tetap ketahuan, sebab modus dan caranya bisa dibaca dengan mudah. Sekalipun dalihnya untuk kepentingan orang banyak, namun akalnya manahi punai, mudah terbaca. (nm)