Serangan Fajar Gaya Baru Dibongkar PPATK, Kini Via Dompet Elektronik

 

SERANGAN FAJAR: Ilustrasi uang -Foto dok finance.detik.com

 

BORNEOTREND.COM- Indonesia memasuki tahun politik dan bakal melaksanakan pemilihan umum (pemilu) pada 2024. Terkait ini Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengingatkan adanya potensi pelanggaran berupa politik uang.

Salah satu yang disorot adalah serangan fajar, yang umumnya terjadi di hari H pencoblosan. Praktik serangan fajar berkembang dengan modus baru.

Direktur Analisis dan Pemeriksaan 1 PPATK Beren Rukur Ginting mengatakan, salah satu modusnya melalui uang elektronik. Beren menyebut modus ini lebih mudah dilakukan.

"Kedua, saya nggak tau hari gini nanti di masa tenang kampanye, masih ada serangan fajar, nggak tahu. Pakai uang apa nggak pakai uang. Kalau nggak pakai uang kan enak. Duduk-duduk di kamar, krang-kring krang-kring," katanya dalam diskusi media bersama PPATK di Bogor, Selasa (27/6/2023) kemarin.


Serangan fajar dengan uang elektronik lebih mudah karena bisa dilakukan dari jauh. Beren menambahkan, modus lainnya adalah dengan mengisi token listrik.

Ia menyebut saat ini ruang untuk melakukan serangan fajar semakin terbuka. Kondisi ini berbeda dengan beberapa waktu ke belakang, yang mana pengawasan bisa lebih ketat.

"Jadi ruang-ruang untuk serangan fajar kan jadi terbuka. Dulu bagi-bagi duit pak Syahri (Plt Deputi Pelaporan dan Pengawasan Kepatuhan PPATK) bisa pantau," bebernya.

Sementara itu, Plt Deputi Pelaporan dan Pengawasan Kepatuhan PPATK Syahril Ramadhan menjelaskan pihaknya telah melakukan beberapa upaya. Salah satunya bekerja sama dengan pihak yang mengeluarkan uang elektronik.

"Kita bekerja sama dengan pihak pelapor yang mengeluarkan uang elektronik. Jadi kan sekarang bisa jadi orang tidak membayar (pelanggaran pemilu) pakai cash, misalnya pakai Gojek, GoPay, OVO, DANA, itu jika kita lakukan collaborative analisis. Jangan sampai uang elektronik ini dimanfaatkan untuk penggunaan dana pemilu secara ilegal," tegasnya.

Syahril menyebut pihaknya kini berkolaborasi dengan pihak terkait soal politik uang. Salah satunya membentuk Tim Kerja Analisis Kolaboratif (Collaborative Analysis Team/CAT) pada 19 Januari 2023. CAT adalah kolaborasi pertukaran informasi antara PPATK, pihak pelapor, aparat penegak hukum, pihak swasta, dan lainnya.

Dalam kesempatan itu, PPATK juga membeberkan sumber dana yang tidak boleh digunakan untuk kampanye pemilihan umum (pemilu). Beberapa yang disorot antara lain dana pihak asing, APBN, hingga BUMN.

Syahril Ramadhan menjelaskan, hal ini diatur dalam Pasal 339 pada Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) peserta pemilu.

"Yang dilarang adalah dana dari pihak asing, kemudian juga berasal dari tindak pidana atau digunakan yang sudah ada keputusan pengadilan untuk menyembunyikan atau pencucian uang. Kemudian dari anggaran APBN, APBD, BUMN atau BUMD," katanya.

Jika mendapat laporan itu, Syahril menyebut PPATK akan langsung menganalisisnya. Jika terbukti ada ancaman pidana selama tiga tahun.

Sementara itu, Direktur Analisis dan Pemeriksaan 1 PPATK Beren Rukur Ginting menyinggung aturan soal batasan uang yang bisa disumbangkan. Menurutnya presiden bisa menerima sumbangan hingga Rp 25 miliar.

"Batasannya kalau misalnya bupati wali kota Rp 75 juta per orangnya. Kemudian presiden itu Rp 25 miliar per orang," ungkapnya.

Aturan soal sumbangan ke calon presiden diatur dalam undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu pasal 326 dan 327 UU Pemilu. Dalam beleid itu disebutkan dua sumber kategori sumbangan, yaitu berasal dari Badan Hukum Usaha dan Perseorangan.

Sumbangan yang berasal dari badan hukum usaha maksimal Rp 25 miliar, sementara perseorangan dibatasi maksimal Rp 2,5 miliar. Adapun dana pemilu, kata Beren, berasal dari dana pribadi pasangan calon, kemudian partai politik pengusung, koalisi partai dan pihak ketiga.

Sumber: finance.detik.com

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال