Sukhrowardi bersama Achmad Rafieq Muchlison (pembicara) saat diskusi buku "Ekosistem Parang" di Kampung Buku Banjarmasin. Senin (10/7/2023). (Foto: yadie asa) |
BORNEOTREND.COM - Senin (10/7/2023) Kampung Buku menggelar diskusi buku "Ekosistem Parang". Diskusi buku dalam rangkaian hari lahir Kampung Buku itu menghadirkan pembicara Achmad Rafieq Muchlison, Ketua Asosiasi Antropolog Indonesia (AAI) Kalsel.
Menurut Rafieq Muchlison keberadaan parang itu sendiri tidak terlepas dari orang Negara (Kabupaten Hulu Sungai Selatan), yang banyak berprofesi sebagai pandai besi. Mengolah besi untuk dijadikan berbagai peralatan, baik untuk peralatan pertanian maupun sebagai senjata.
Dalam berbagai catatan sejarah peran orang Negara dalam membuat parang atau peralatan senjata lainnya, memang sudah diakui sejak berabad-abad lalu. Masa penjajahan kolonial Belanda, kerajaan Banjar, hingga saat ini.
Lalu, apakah di zaman teknologi yang sudah maju ini orang masih memerlukan peralatan parang? Bagaimana kondisi para perajinnya (pandai), apakah masih bertahan?
"Keberadaan parang itu masih dibutuhkan atau masih dicari. Terbukti selama pandemi Covid-19 lalu banyak yang melakukan pembelian secara online. Dan para perajin (pandai) masih banyak di Negara," ujar Rafieq Muchlison.
Diskusi buku ini juga dihadiri anggota DPRD Kota Banjarmasin, Sukhrowardi. Kedatangannya di acara tersebut seperti bernostalgia, karena antara Achmad Rafieq Muchlison dan Sukhrowardi ternyata punya hubungan pertemanan di masa kecil. Meski keduanya beda usia.
Sukhrowardi, Achmad Rafieq Muchlison, Hajriansyah bersama peserta diskusi. (Foto: ist) |
"Kampung buku ini sudah jadi buah bibir masyarakat Banjarmasin, dan bahkan para pejabat. Saya penasaran belum pernah ke sini, ternyata entah kenapa karena ketemu Hajriansyah tadi di luar ada acara, langsung aja ikut ke sini," ujar Sukhrowardi, sambil mengucap syukur bisa ketemu Rafieq Muchlison di Kampung Buku tersebut.
Sukhrowardi pun banyak bercerita panjang soal hubungannya dengan keluarga Achmad Rafieq Muchlison selama di Banjarmasin.
"Hari ini aku berterima kasih kepada kawan-kawan di Kampung Buku. Di sini wadah berkumpul para seniman, budayawan, peneliti, dosen, dan mahasiswa. Tidak sekadar menikmati minuman dan makanan yang ada, tapi juga ada diskusi dan literasi. Aku minta jadwal untuk mengadakan reses di sini, dan temanya juga dimasukkan soal parang," ujar Sukhrowardi meminta kesediaan Hajriansyah pemilik Kampung Buku, yang juga sebagai moderator diskusi saat itu.
Seperti sudah banyak diketahui, Kampung Buku adalah wadah untuk mengembangkan budaya literasi masyarakat. Tetapi tampilannya dikemas seperti kafe untuk umum. Sejak kelahirannya empat tahun lalu, sudah banyak menggelar diskusi, bedah buku, diskusi terfokus (FGD), pameran lukisan, pergelaran musik dan pembacaan puisi.
Penulis: Khairiadi Asa