Penulis: Nova Erniyawati, SPd - Guru Sosiologi SMAN 1 Jaro
DAHULU Indonesia terkenal dengan nilai kesopanan masyarakatnya hingga ke mancanegara. Namun kini, zaman sudah berubah, banyak remaja kurang menjaga adab dan sopan santunnya. Perkembangan ilmu pengetahuan dan peningkatan kecerdasan tidak serta merta meningkatkan adab dan sopan santun remaja. Fenomena ini menjadi momok tersendiri bagi bangsa. Apa yang salah dalam hal ini? Apakah kaum tua yang tidak mampu memahami konteks perkembangan zaman mengenai remaja ataukah ketidakmampuan para remaja menfilter budaya kekinian yang justru banyak bertentangan dengan budaya bangsa?
Adab memiliki arti kesopanan, keramahan dan kehalusan budi pekerti. Adab erat kaitannya dengan akhlak atau perilaku terpuji. Para ahli bahasa kebanyakan menyebutkan bahwa adab merupakan kepandaian dan ketepatan dalam mengurus segala sesuatu. Sementara dalam Bahasa Arab adab berarti budi pekerti, tata karma atau sopan santun. Adab secara keseluruhan yaitu segala bentuk sikap, perilaku atau tata cara hidup yang mencerminkan nilai sopan santun, kehalusan, kebaikan, budi pekerti atau akhlak.
Ada beberapa macam tentang kesopanan. Pertama, kesopanan berbahasa yaitu santun bahasa menunjukan bagaimana seseorang melakukan interaksi sosial dalam kehidupannya secara lisan. Setiap orang harus menjaga santun bahasa agar komunikasi dan interaksi dapat berjalan baik. Kedua, Sopan santun berperilaku, tercermin dalam perilaku dan perbuatan positif yang dapat diimplementasikan pada cara berbicara, cara berpakaian, cara memperlakukan orang lain, cara mengekspresikan diri di manapun dan kapan pun. Santun yang tercermin dalam perilaku bangsa Indonesia ini tidak tumbuh dengan sendirinya namun juga merupakan suatu proses yang tidak bisa dilepaskan dari sejarah bangsa yang luhur.
Kemudian hal-hal apa saja sih yang mempengaruhi merosotnya adab dan sopan santun di kalangan remaja? Pertama, faktor keluarga karena lingkungan pertama dan utama yang dialami oleh setiap individu. Penanaman adab dan sopan santun di dalam keluarga sangat penting karena keluarga mempersiapkan setiap individu sebelum terjun ke lingkungan sekolah dan masyarakat. Pembiasaan kata-kata yang sopan seperti kata tolong ketika meminta bantuan, kata permisi ketika hendak meninggalkan lawan bicara, kata terimakasih ketika mendapatkan pertiolongan dari orang lain dan lain sebagainya.
Kedua, faktor teman atau pergaulan. Pepatah mengatakan bahwa apabila kita berkawan dengan penjual minyak wangi akan terkena wangi, dan apabila kita berkawan dengan seorang pandai besi, kita bisa terkena percikan api atau minimal kita akan mendapatkan bau asapnya yang tidak sedap. Ketika berkumpul dengan teman-teman tak jarang akan keluar kata-kata kasar dari teman-teman kita, dan itu yang akan melekat pada diri kita. Mungkin kata-kata yang dilontarkan tersebut maknanya sebagai lelucon atau bercanda dengan teman. Namun kerap kali hal ini menjadi kebiasaan yang tertanam, sehingga pada akhirnya hal tersebut menjadi lifestyle bagi remaja. Bahkan tidak hanya dari ucapan saja, cara berpakaian yang kerap digunakan remaja saat ini juga turut mempengaruhi nilai kesopanan. Penggunaan pakaian yang cenderung terbuka dan memperlihatkan bagian private saat ini seolah menjadi tren baru di kalangan remaja, sehingga semakin banyak remaja lain yang meniru cara berpakaian tersebut.
Ketiga, faktor media massa. Dewasa ini banyak sekali tayangan sinetron yang kurang mendidik, mulai dari adegan berkelahi, balap-balapan, pacaran, cara berpakaian, dan juga cara bicara masing-masing tokoh. Belum lagi dengan adanya media sosial dunia maya yang memberikan pandangan baru kepada remaja mengenai gaya hidup remaja secara global yang pada akhirnya kerap dicontoh oleh remaja di Indonesia. Seperti bermewah-mewahan, pergaulan bebas, pergi ke club malam, pesta miras dan narkoba. Hal ini membuat beberapa kalangan masyarakat kurang menyetujui dengan kondisi remaja saat ini. Namun bila ada yang menasihati atau memberi saran kepada remaja, mereka cenderung tidak menghiraukan dengan dalih hak asasi manusia dan kebebasan. Hal ini secara tidak langsung mulai memudarkan kepedulian sosial antar satu sama lain di lingkungan masyarakat. Sehingga bila terlihat ada perilaku remaja yang kurang sopan dan kurang patut, masyarakat cenderung pasif dan tidak menghiraukan perilaku remaja tersebut. Hal ini perlahan akan menjadi kebiasaan yang secara tidak langsung turut mempengaruhi pudarnya nilai-nilai kesopanan di lingkungan remaja.
Peningkatan adab dan sopan santun di kalangan remaja memerlukan kerjasama semua pihak keluarga, sekolah dan masyarakat. Lantas apa saja yang dapat dilakukan sekolah untuk menciptakan generasi yang menjunjung tinggi adab dan sopan santun: Pertama, Menciptakan komunitas yang bermoral. Guru sebagai orang yang digugu dan ditiru memberikan suri tauladan. Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa guru menuntun murid sesuai dengan kodratnya masing-masing untuk memperoleh kebahagiaan dan keselamatan hidup sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. kedua, menciptakan disiplin moral murid dalam sebuah pembiasaan, pembudayaan nilai-nilai budaya positif yang bersifat universal di sekolah. Ketiga, Menciptakan lingkungan kelas yang demokratis, menjunjung tinggi toleransi dan menghargai beragam perbedaan yang ada. Keempat, Mengajarkan nilai melalui kurikulum karena kurikulum berisi seperangkat pengaturan dan rencana mengenai tujuan yang akan dicapai, isi dan materi pembelajaran serta cara-cara yang digunakan sebagai sebuah pedoman kegiatan pembelajaran guna mencapai tujuan pendidikan. Kelima, pelaksanaan Pembelajaran kooperatif sehingga siswa dapat bekerjasama di dalam tim, saling menghargai perbedaan dan secara bersinergis mencapai tujuan yang ingin dicapai. Optimisme perlu ditanamkan, perlahan tapi pasti dengan perencanaan yang matang dan kolaborasi semua pihak untuk mewujudkan generasi yang beradab dan sopan santun yang tinggi.