Partai politik peserta Pemilu 1955 (Foto: nett) |
BORNEOTREND.COM - Pemilu pertama yang dilaksanakan pada akhir tahun 1955 secara nasional menghasilkan adanya empat partai besar; PNI (8,4 juta suara), Masyumi (7,9 juta suara), NU (6,9 juta suara), dan PKI (6,1 juta suara). Keempat partai ini cukup jauh meninggalkan partai-partai lainnya dalam pengumpulan perolehan suara.
Dua partai lainnya yang relatif cukup banyak mendapat dukungan suara saat itu adalah, PSII (1,09 juta suara) dan Parkindo (1,03 juta suara). Sedangkan sisa partai lainnya memperoleh di bawah 1 juta suara.
Membandingkan hasil pemilu secara nasional dengan hasil pemilu di wilayah Kalsel pada Pemilu 1955, kiranya menarik untuk dicermati. Setidaknya kita bisa melihat bagaimana sikap dan budaya politik warga Kalsel saat itu di awal-awal kemerdekaan yang dicerminkan melalui pemilu tersebut.
Suku Banjar yang mendiami wilayah Kalimantan Selatan adalah suku yang paling dominan mendiami wilayah ini. Budaya Banjar itu sendiri sangat kuat diwarnai oleh nilai-nilai Islam. Bahkan bisa dikatakan bahwa Islam menjadi dasar budaya Banjar. Tetapi bukan berarti budaya Banjar sama persis dengan budaya daerah dan negara lain yang berkebudayaan Islam. (Humaydi Abdussami)
Dengan latar belakang sosial budaya demikian maka sikap politik masyarakat Kalsel pada Pemilu 1955 sangat mungkin dipengaruhi oleh faktor-faktor di atas. Dua partai Islam, NU dan Masyumi, tampil sebagai pengumpul suara terbanyak. NU meraih sebanyak 380.874 suara dan Masyumi dengan 252.296 suara. Di urutan ke-3 hingga ke-5; PNI (46.440 suara), IPKI (19.383 suara), PKI (17.210 suara).
Menurut Herbert Feith (dalam Pemilihan Umum 1955 di Indonesia), gabungan perolehan suara partai-partai Islam cukup tinggi di Kalsel (NU-Masyumi) dan Sumatera Tengah (Masyumi-Perti). Pada tingkat lebih rendah di Sulsel dan Sumsel (Masyumi-NU-PSII).
Dari analisisnya Herbert Feith, secara nasional partai-partai Islam di wilayah Kalsel menunjukkan yang paling tinggi persentase perolehan suaranya, mencapai 81,35 persen. Sedangkan partai-partai non-agama hanya mencapai 11,2 persen, dan partai-partai Kristen meraih 1,41 persen.
Gabungan perolehan suara Kristen-Islam sangat besar di Maluku dan Nusa Tenggara Timur. Sedangkan seluruh Pulau Jawa (kecuali DKI Jakarta), dan khususnya Jawa Tengah, gabungan-gabungan partai non-agama lebih kuat dari gabungan partai-partai Islam
Untuk melihat berpengaruhnya unsur Islam dalam membentuk sikap politik masyarakat Kalsel saat itu (menjelang Pemilu 1955), menarik untuk diperhatikan apa yang terjadi sewaktu Presiden Soekarno berkunjung ke Amuntai tahun 1953.
Dalam kunjungannya, Soekarno diminta untuk menjelaskan tentang bentuk negara Indonesia oleh masyarakat Amuntai yang menghadiri pidato presiden pertama RI tersebut di lapangan terbuka. Dari beberapa poster yang dibawa warga tertulis; “Kami ingin kejelasan, negara nasional atau negara Islam?”.
Meski hanya berupa minta penjelasan kepada Presiden Soekarno tentang bentuk negara, tapi tawaran pilihan negara Islam yang tertulis di salah satu poster tersebut menyiratkan, betapa kuatnya pengaruh Islam dalam membentuk sikap politik warga Kalsel saat itu.
Kini roda waktu sudah berputar jauh, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sudah pilihan final. Namun, dalam kehidupan politik setiap warga negara bebas untuk menentukan pilihan politiknya. Termasuk dalam setiap pemilu yang sudah teragenda lima tahunan.
Penulis: Khairiadi Asa, Pemimpin Redaksi borneotrend.com (penulis buku “Multipartai Dalam Perspektif Politik Lokal; Tinjauan Dinamika Politik di Kalimantan Selatan”).