Oleh: Noorhalis Majid (Ambin Demokrasi) |
BORNEOTREND.COM - Banyak anak muda yang terjun ke politik, tetiba merasa paling tahu segalanya. Apalagi ketika diberi kepercayaan memangku jabatan strategis, seketika merasa paling hebat, paling berpengalaman. Menganggap yang lain rendah, dan memperlakukan sebagai bawahan, padahal seniornya.
Tujuan memberikan jabatan pada anak muda, agar memberikan pengalaman, supaya meresakan dan bisa belajar lebih cepat, ada estapet, bukan seketika melangkahi para senior, lantas jumawa dan besar kepala.
Terhadap tingkah anak muda yang belum banyak pengetahuan, pengalaman, tapi seolah paling mengerti, paling ahli, lalu rentan salah paham, tidak nyambung, dan bahkan sesat pikir, kebudayaan Banjar menyindirnya dengan ungkapan “kaya kakanak gugur di ayunan”.
Seperti anak kecil jatuh dari ayunan. Sebab tidak tahu bagaimana cara turun dari ayunan, akhirnya jatuh. Kalau mengerti cara turun, tentu anak akan langsung melompat dan berlari, tidak sempat jatuh.
Sebab belia, belum berpengalaman, tidak tahu bagaimana cara turun dari ayunan, akhirnya jatuh dan menangis sekerasnya, padahal tidak sakit. Menyindir yang belum banyak tahu tentang berbagai hal, tapi merasa paling memahami semuanya.
Ungkapan ini memberikan nasehat, kalau menduduki jabatan hebat, bila umur dan pengalaman masih belia, belajarlah tenang, pelajari sekeliling, jangan-jangan banyak yang lebih berpengalaman, hormati mereka, karena jabatan, bukan seketika membuat diri lebih tinggi.
Bila menemukan masalah, pelajari dengan seksama. Kalau benar-benar mengerti, baru bertindak - bersikap. Tidak perlu bereaksi berlebihan. Jangan pula ikut campur urusan yang tidak dipahami seutuhnya. Jangan menambah masalah, atau menimbulkan masalah baru yang tidak penting.
Kalau diberikan kesempatan, hal pertama yang harus dilakukan, jangan merasa paling hebat. Bersikaplah tenang, kendalikan emosi - perasaan, berpikir jernih - obyektif, hormati senior, “jangan kaya kakanak gugur di ayunan”. (nm)