Uji Emisi Kendaraan Syarat STNK dan Main Denda, Bambang Haryo: Menteri LHK Jangan Salahkan dan Susahkan Rakyat

 

WAWANCARA: Menteri LHK RI Siti Nurbaya Bakar - Foto Dok Nett

BORNEOTREND.COM- Rencana uji emisi kendaraan menjadi syarat perpanjangan STNK dan perlakuan denda yang di wacanakan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mendapat protes keras dari Pakar Kebijakan Publik Bambang Haryo Soekartono.

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) periode 2014-2019 ini menilai, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (LHK RI) cenderung "lempar batu sembunyi tangan" dan sungguh memprihatinkan karena mengkambing hitamkan emisi gas buang kendaraan masyarakat seluruh Indonesia menjadi penyebab polusi udara di Jakarta dan sekitarnya.

Seharusnya Menteri LHK RI bertanggung jawab penuh atas pencemaran udara di wilayah Jabodetabek karena terbakarnya hutan di Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Tengah, Barat, Selatan, Jawa Barat, Tengah, Timur dan beberapa daerah seluruh Indonesia termasuk Papua, yang tidak tertangani dan terawat dengan baik sehingga terjadi polusi yang mencapai wilayah Jabodetabek. 

"Sejauh ini berdasarkan data BMKG, jumlah titik hotspot kebakaran sudah mencapai diatas 5.000 titik api sampai dengan hari ini. Titik kebakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera terparah yang membawa asap kebakaran hutan tersebut ke pesisir pulau Jawa termasuk Jabodetabek akibat angin berhembus dari barat ke timur agak ke selatan sesuai dengan informasi BMKG.” Kata BHS sapaan akrabnya.


Baginya Menteri LHK RI yang sudah menjabat hampir 10 tahun ini, harusnya sudah sangat paham siklus asap tahunan karena sudah berkali-kali terjadi kebakaran hutan di tahun-tahun sebelumnya yang selalu membawa dampak polusi udara diatas ambang batas di Jabodetabek yang jadi heboh tiap bulan Juli-Agustus. 

"Jika masih tidak paham, sungguh keterlaluan!,” protesnya.


BAHAYA: Sejumlah titik api dari infografis yang di rilis BMKG - Foto Dok Nett

Sebagaimana pada Tahun 2015, 2017 dan 2019 hutan kita selalu terbakar saat di bulan Juli-Agustus akibat kemarau yang dimulai bulan Mei-Juni dan yang selalu mengakibatkan pencemaran udara di Jabodetabek, Semarang dan Surabaya.

"Ini bukannya ditangani, melainkan selalu menyalahkan dan menyudutkan masyarakat mulai dari emisi gas buang, asap industri yang berlebihan dan lain lain." timpalnya lagi.

Lebih konyol lagi muncul wacana kendaraan listrik untuk digencarkan kepada masyarakat.

Harusnya kata Alumnus ITS Surabaya ini, semua pemegang kebijakan paham, setiap adanya musim hujan setelah musim kemarau panjang tidak akan ada masalah lagi pencemaran udara karena hutan - hutan yang terbakar mulai padam akibat guyuran hujan dan ini pasti selalu diakhiri asap tersebut di akhir bulan September sehingga problem asap sudah hilang kembali.

"Sepertinya Menteri KLH RI ini tidak paham kesalahan dirinya sendiri. Padahal Kementerian ini sudah dilengkapi infrastruktur perawatan berupa pesawat dan helikopter untuk penanganan pengatasan pemadaman kebakaran hutan dan perawatannya. Juga termasuk anggaran yang sedemikian besar sejumlah 7,57 Triliun. Tetapi tidak terlihat bergerak melakukan penanganan sesuai dengan Tupoksinya," bebernya.

"Sudahlah STOP menyalahkan dan membebani masyarakat dengan kebijakan. Menteri LHK RI harus bertanggung jawab pada kondisi polusi udara tersebut. Sebaiknya WALHI dan masyarakat segera meng-audit kelalaian kinerja dari Kementerian yang sangat amburadul ini sehingga mengancam kesehatan dan keselamatan dari masyarakat seluruh Indonesia.” tutupnya.

Penulis: Arief Rahman

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال