"Basanandung Kesah", Seni Menuturkan Kisah Hidup Sehari-hari

 

Dosen FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Dr. Dwi Wahyu Candra Dewi, M.Pd dari Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Sulisno, S.Sn.,M.A dari Program Studi Pendidikan Seni Pertunjukan melakukan kegiatan pengabdian pada masyarakat memberi workshop seni "Basanandung Kesah" pada para guru seni Budaya SMA se-Kabupaten Barito Kuala yang tergabung dalam MGMP Seni Budaya di SMA Negeri 1 Jejangkit. Dihadiri Kepala sekolah SMAN 1 Jejangkit, Kasmudin.
(Foto: istimewa)

BORNEOTREND.COM - Setiap masyarakat hidup dalam lingkungan alam, sosial dan budaya yang berbeda-beda. Kesenian tradisi mengekspresikan cita rasa dan gagasan terkait lingkungan alam, sosial, budaya masyarakat setempat. Sayangnya hampir semua seni tradisi terancam kelestarian dan perkembangannya. 

Hal ini menunjukkan tidak turut sertanya aspek pendidikan, baik formal maupun non formal, dalam menjaga, mengenalkan, menanamkan dan mengembangkan seni kedaerahan. Dengan kata lain, pendidikan tidak berpijak pada lingkungan alam, sosial maupun budaya setempat.

Ide, gagasan, selera, hasil konvensi budaya yang tercermin dalam kesenian tradisi yang juga mengandung nilai dan norma yang dianut masyarakat Banjar masih banyak yang belum tergali dan terpublikasikan dalam bentuk buku atau bahan bacaan untuk diwariskan kepada generasi selanjutnya. Kearifan lokal tersebut menjadi kurang memiliki manfaat jika dibiarkan tercecer. 

Selama ini masyarakat Banjar hanya mengandalkan adanya tokoh senior atau yang dituakan dalam pelestarian seni tradisi. Jika para senior berpulang maka akan hilang juga kesenian yang seharusnya dapat dilestarikan dan dipertahankan tersebut. Jika hal itu terjadi secara terus menerus dan berkelanjutan maka seni dan budaya Banjar akan habis. 

Pendidikan formal saat ini memiliki peran utama dalam pendidikan masyarakat Indonesia pada umumnya. Pendidikan formal diharapkan dapat menjalankan proses pembelajaran mengenalkan lingkungan setempat serta menghasilkan sumber daya manusia kreatif yang mampu menciptakan produk-produk baru yang sesuai lingkungan setempat serta berkualitas. 

Guru kesenian di sekolah-sekolah formal bisa diberi bekal pemahaman dan keterampilan mengolah seni yang sesuai dengan lingkungan alam dan sosial masyarakat setempat, menyatu dengan aktifitas sosial sehari-hari, mengandung nilai-nilai pendidikan, serta memiliki kemampuan beradaptasi dengan perubahan jaman untuk diajarkan kepada murid-muridnya.

Beberapa waktu lalu dua dosen FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, yakni: Dr. Dwi Wahyu Candra Dewi, M.Pd dari Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia bersama Sulisno, S.Sn.,M.A dari Program Studi Pendidikan Seni Pertunjukan tengah melakukan kegiatan pengabdian pada masyarakat dengan memberi workshop seni "Basanandung Kesah" pada para guru seni Budaya SMA se-Kabupaten Barito Kuala yang tergabung dalam MGMP Seni Budaya di SMA Negeri 1 Jejangkit. Kepala sekolah SMAN 1 Jejangkit, Kasmudin, yang kebetulan merupakan seniman aktif di Sanggar Ijejela, PAPPRI Barito Kuala dan Sekretaris Dewan Kesenian Barito Kuala ini menyambut baik kegiatan tersebut. Para guru diharapkan dapat mengenalkan seni Basanandung kesah pada murid-muridnya.

Para peserta workshop serius mengikuti menyampaian materi "Basenandung Kesah"
(Foto: istimewa)

"Basanandung Kesah" merupakan seni tutur yang diadaptasikan dari seni Andi-andi yang saat ini sudah jarang ditampilkan. Dalam survei yang dilakukan oleh Sulisno di sejumlah sekolah di Kalimantan Selatan, generasi muda saat ini pada umumnya tidak mengenal seni Andi-andi. Setelah ditunjukkan video Andi-andi, mereka banyak yang menyatakan kurang tertarik dengan seni Andi-andi. 

Perubahan masyarakat menyebabkan kesenian tradisi lisan ini semakin jarang digunakan. Sementara seni tutur baru yang berbasis pada budaya setempat dan sesuai dengan situasi sekarang juga tidak lahir. Tim dari ULM ini memandang perlunya diciptakan kesenian yang sederhana, sesuai dengan lingkungan alam dan sosial masyarakat setempat, menyatu dengan aktifitas sosial sehari-hari, mengandung nilai-nilai pendidikan, serta memiliki kemampuan beradaptasi dengan perubahan jaman. Tim ini menawarkan seni basanandung kesah menjadi salah satu materi yang dapat dikembangkan di sekolah di Kabupaten Barito Kuala.

"Basenandung kesah" mengandung pengertian menyenandungkan atau melagukan kisah yang bernilai sastra-seni. "Basenandung kesah" ini dikembangkan dari seni tutur Andi Andi. Kalau dari seni tutur Andi Andi menggunakan cerita yang sudah ada, yaitu cerita Panji, maka dalam "Basanandung kesah" para murid membuat cerita sendiri berdasar pengalaman di lingkungannya sehari-hari. Isi cerita yang disenandungkan dalam Basenandung Kesah disesuaikan dengan peristiwa yang dialami atau yang dijumpai di sekitar. 

"Basenandung Kesah" diharapkan dapat menjadi wadah para siswa untuk mengekspresikan perasaan dan jiwa berdasarkan keadaan yang ada. Hal-hal yang disenandungkan memuat nilai-nilai kehidupan sesuai dengan konteks lingkungan alam, sosial dan budaya masyarakat setempat. 

Selain kebebasan dalam membuat cerita, siswa juga diberi kebebasan membuat lagu. Setiap siswa dapat membuat lagu dan gaya yang berbeda-beda. Supaya basanandung kesah dapat mengekspresikan cita rasa budaya lokal Banjar, para siswa terlebih dahulu diperdengarkan berbagai musik maupun lagu yang menampilkan cengkok-cengkok nada khas Banjar untuk mendapatkan ‘inguh ke-Banjaran’.

Penulis: Rilis/Sulisno





Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال