KIAN PARAH: Kabut asap terjadi di Malaysia -Foto dok news.detik.com |
BORNEOTREND.COM- Kabut asap semakin parah di beberapa wilayah di Malaysia. Pemerintah Malaysia pun mengambil langkah-langkah untuk mengatasi situasi ini.
Langkah-langkah yang dilakukan otoritas setempat yaitu dengan bersiap untuk menutup sekolah-sekolah hingga menciptakan hujan buatan melalui penyemaian awan.
Dilansir Reuters, Selasa (3/10/2023), langkah-langkah itu diumumkan oleh Departemen Lingkungan Malaysia dalam pernyataan pada Senin (2/10/2023) malam. Situasi kabut asap dan kualitas udara yang memburuk berisiko pada kesehatan publik dan membuat khawatir operator wisata serta maskapai penerbangan.
Direktur Jenderal Departemen Lingkungan Malaysia, Wan Abdul Latiff Wan Jaffar, melaporkan bahwa kualitas udara di beberapa wilayah Malaysia semakin memburuk. Hal ini terjadi khususnya di bagian barat Semenanjung Malaysia, dengan 11 area mencatat indeks polusi udara (API) yang tidak sehat.
Lebih lanjut, Wan Abdul Latiff menjelaskan bahwa upaya untuk menjernihkan udara dengan hujan melalui penyemaian awan dan tindakan-tindakan lainnya untuk mengatasi polusi udara akan mulai dilakukan ketika bacaan API mencapai angka 150 selama lebih dari 24 jam.
Dia juga menyatakan bahwa sekolah-sekolah dan taman kanak-kanak (TK) harus menghentikan semua aktivitas di luar ruangan ketika bacaan API mencapai angka 100.
Sementara itu, jika bacaan API mencapai angka 200, sebut Wan Abdul Latiff, sekolah-sekolah akan ditutup sementara atau diliburkan.
Pekan lalu, Malaysia menuduh kebakaran hutan di Indonesia, tepatnya di Sumatera dan Kalimantan, sebagai penyebab polusi udara di wilayahnya.
"Kebakaran hutan yang terjadi di wilayah Sumatera bagian selatan, dan wilayah Kalimantan bagian tengah dan selatan di Indonesia telah menyebabkan kabut asap melintasi perbatasan negara," ujar Wan Abdul.
Wan Abdul dalam pernyataannya menyebut citra satelit dalam laporan Pusat Meteorologi Khusus ASEAN (ASMC) menunjukkan 52 hotspots kebakaran hutan di Sumatra dan 264 hotspots kebakaran hutan di Kalimantan. ASMC yang berbasis di Singapura bertugas melacak kabut asap yang mempengaruhi Asia Tenggara.
Namun tuduhan itu dibantah oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia, Siti Nurbaya, yang menegaskan tidak ada kabut asap lintas perbatasan.
"Faktanya adalah tidak ada kabut asap lintas perbatasan," tegas Siti saat berbicara kepada AFP pada Sabtu (30/9/2023) waktu setempat, sembari membagikan gambar ASMC, yang menurutnya, hanya menunjukkan kabut asap di Sumatra dan Kalimantan.
"Mereka (Malaysia-red) mengacu pada data titik panas (hotspots)? Apakah mereka tidak mengetahui bedanya antara titik panas (hotspots) dan titik api (firespots)? Jika tidak tahu persisnya, jangan sembarangan bicara," ucapnya.
Departemen Lingkungan Malaysia, pada Senin (2/10/2023) waktu setempat, menyatakan bahwa badan meteorologi regional telah mendeteksi nyaris 250 'hotspots' yang mengindikasikan kebakaran di pulau Sumatera dan bagian wilayahnya di Borneo, dan tidak ada satupun di Malaysia.
Sementara itu, kelompok lingkungan Greenpeace menyerukan negara-negara di kawasan untuk memberlakukan undang-undang demi menghentikan perusahaan perkebunan yang menyebabkan polusi udara.
"Memberlakukan UU kabut asap lintas perbatasan dalam negeri diperlukan sebagai tindakan pencegahan, terutama karena ada banyak dampak buruk dalam industri ini," cetus pakar strategi kampanye regional pada Greenpeace Asia Tenggara, Heng Kiah Chun, dalam pernyataannya.
Singapura, yang membanggakan udaranya yang bersih, telah mengesahkan UU polusi udara lintas perbatasan pada tahun 2014 yang membuat siapa saja yang menyebabkan kabut asap bisa dimintai pertanggungjawaban secara pidana dan perdata.
Sumber: news.detik.com