BORNEOTREND.COM- Pemulihan China yang lamban dan risiko krisis properti yang berlarut-larut diyakini bakal merusak prospek ekonomi Asia . Dimana Dana Moneter Internasional ( IMF ) memperingatkan, perkiraan ekonomi Asia bisa lebih suram.
Diterangkan bahwa dorongan ekonomi China pasca-lockdown telah kehilangan momentum lebih dari yang diharapkan. Sementara itu kekuatan ekonomi Amerika Serikat atau AS telah menawarkan sedikit dukungan ke Asia daripada di masa lalu karena telah difokuskan pada sektor jasa, yang tidak mendorong permintaan untuk ekspor.
"Dalam waktu dekat, penyesuaian tajam di sektor properti China yang punya utang besar dan perlambatan dalam kegiatan ekonominya kemungkinan akan meluas ke kawasan itu, terutama bagi eksportir komoditas dengan hubungan perdagangan dekat dengan China," tulis IMF dalam sebuah blog tentang prospek kawasan.
"Sisi negatifnya, krisis real estat yang berlarut-larut dan respons kebijakan yang terbatas di China akan memperdalam perlambatan regional," sambungnya.
Ditambah pengetatan kondisi keuangan global yang tiba-tiba dapat menyebabkan arus keluar modal dan melemahkan nilai tukar di Asia.
Dalam World Economic Outlook yang dirilis selama pertemuan tahunan IMF di Marrakech minggu ini, IMF memangkas estimasi pertumbuhan Asia di tahun depan menjadi 4,2% dari 4,4% yang diproyeksikan pada bulan April, dan turun dari perkiraan 4,6% untuk tahun ini.
"Sementara Asia masih akan berkontribusi sekitar dua pertiga dari semua pertumbuhan global tahun ini, penting untuk dicatat bahwa pertumbuhan secara signifikan lebih rendah dari apa yang diproyeksikan sebelum pandemi," kata IMF.
Di Jepang, tweak yang dibuat bank sentralnya terhadap kebijakan pengendalian imbal hasil obligasi menyebabkan "spillovers" pasar yang luas karena kehadiran investor Jepang yang lebih besar di pasar obligasi global, kata blog itu.
Dampak ini dikhawtirkan "bisa menjadi lebih besar jika terjadi normalisasi kebijakan moneter yang lebih substansial."
Bank of Japan (BOJ) telah mempertahankan batas atas imbal hasil obligasi 10-tahun negara itu di sekitar nol, untuk mendukung ekonomi yang rapuh.
Ketika bank sentral di seluruh dunia memperketat kebijakan moneter untuk memerangi inflasi yang melonjak dan kenaikan harga komoditas global mendorong inflasi domestik, BOJ tahun lalu mulai secara progresif melonggarkan batas imbal hasil. Dalam pergerakan yang secara luas dilihat oleh pasar sebagai langkah menuju penghapusan stimulus besar-besaran secara bertahap.
Beberapa analis mengatakan kenaikan suku bunga penuh di Jepang, yang belum terjadi selama hampir dua dekade, dapat menjungkirbalikkan pasar keuangan karena meningkatkan biaya pendanaan bagi perusahaan dan investor di seluruh dunia.
Sumber: ekbis.sindonews.com
Tags
Ekbis