Oleh: Mohammad Effendy (Forum Ambin Demokrasi) |
BORNEOTREND.COM - Sesuai jadwal dan tahapan pemilu, tanggal 14 Februari 2024 semua warga masyarakat yang masuk daftar pemilih akan menggunakan haknya untuk memberikan suara kepada para calon legislatif termasuk calon anggota DPD dan juga pasangan Presiden/Wakil Presiden.
Menurut aturan yang berlaku, peserta untuk pemilu legislatif adalah Partai Politik dengan daftar nama para calon wakil rakyat, sementara untuk DPD peserta pemilunya adalah para calon secara perorangan, sedangkan Pemilu Presiden/Wakil Presiden pesertanya adalah Pasangan Calon.
Pemilu adalah proses kontestasi yang dilaksanakan secara teratur, terhormat dan bermartabat untuk memilih calon pemimpin yang akan melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintahan. Maksud secara teratur adalah karena Pemilu masuk dalam kalender ketatanegaraan yang dilaksanakan rutin 5 tahun sekali.
Sementara secara terhormat dan bermartabat memiliki makna bahwa pemilu harus berlangsung secara jujur dan adil serta berkualitas agar suara rakyat pemilih murni sebagai pemenuhan hak warga negara. Calon pemimpin yang akan duduk di lembaga legislatif disiapkan oleh prtai politik untuk mendapatkan dukungan dari rakyat pemilih.
Oleh karena itu anggota legislatif terpilih adalah perpanjangan tangan Parpol dalam upaya melaksanakan visi dan misi serta program Parpol yang diwakilinya. Di negara yang menerapkan sistem kepartaian tertutup, maka masing-masing partai memiliki ciri khas dan identitasnya sendiri sebagai simbol perjuangan, sedangkan di negara dengan sistem partai terbuka seperti Indonesia, partai tidak memiliki identitas yang spesifik.
Idealnya, visi dan misi serta program parpol akan dikendalikan oleh pimpinan partai yang membuat kebijakan dan strategi agar dapat diperjuangkan melalui lembaga perwakilan. Akan tetapi hal ini sepertinya belum optimal terlaksana di lapangan karena sepanjang yang kita ketahui hampir tidak pernah dilakukan evaluasi komprehensif dari pimpinan parpol terhadap anggota legislatif yang menjalankan tugas tersebut.
Di tingkat pusat selama ini kendali partai hanya terbatas pada kebijakan untuk menentukan pilihan terhadap calon yang akan menduduki jabatan tertentu dan harus melibatkan persetujuan lembaga perwakilan, pembahasan terhadap RUU yang bersifat spesifik, serta mengamankan kebijakan presiden jika parpol itu masuk dalam koalisi lingkaran istana.
Sementara di tingkat daerah, peran pimpinan partai hampir tidak ada dalam mengendalikan anggotanya terutama yang berkaitan dengan pencapaian visi, misi dan program partai. Para anggota legislatif dibiarkan berjalan sendiri, berjuang sendiri, dan mencari “uang” sendiri. Di lembaga perwakilan, ruang fraksi lebih banyak digunakan untuk diskusi membahas proyek eksekutif yang memungkinkan mereka dapat terlibat di dalamnya.
Kondisi seperti ini telah berlangsung lama sehingga memunculkan pertanyaan besar; para anggota legislatif yang duduk di lembaga perwakilan itu sebenarnya mewakili siapa? Jawaban yang mudah adalah; mereka itu mewakili dirinya sendiri, mewakili kepentingannya sendiri, dan mewakili ambisi pribadinya sendiri.
Inilah gambaran buram demokrasi kita dan juga gambaran buram elit politik dan elit pemerintahan kita, lalu siapa yang akan membela kepentingan rakyat?