Oleh: Mohammad Effendy (Forum Ambin Demokrasi) |
BORNEOTREND.COM - Sistem demokrasi dalam kurun waktu yang cukup lama dan hingga saat ini telah dipergunakan serta dipraktekkan oleh banyak negara. Para ahli memang telah memberikan catatan kritis mengenai adanya kelemahan sistem demokrasi. Akan tetapi meski memiliki kekurangan, sistem demokrasi tetap dianggap sebagai pilihan terbaik dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Oleh karena itulah di banyak negara, kelemahan sistem demokrasi diatasi dengan memperkuat instrumen pendukungnya agar berfungsi secara optimal dan diupayakan agar terdapat keseimbangan antar pilar-pilar kekuasaan.
Sistem demokrasi dibangun atas dasar ajaran dari teori trias politica yang dikemukakan oleh Montesquieu dan menghendaki adanya pemisahan kekuasaan (eksekutif-legislatif-yudikatif). Dalam perkembangannya teori pemisahan kekuasaan tersebut dilakukan modifikasi dengan memasukkan konsep checks and balances sebagaimana yang dipraktekkan di Amerika Serikat.
Diantara kelemahan sistem demokrasi adalah adanya ruang untuk mensiasatinya dengan pengutamaan aspek-aspek prosedural semata, sehingga ciri sebagai negara demokrasi tetap terjaga dan dapat terlihat, namun secara substansial ia telah kehilangan makna aslinya.
Negara kita termasuk yang lebih mengedepankan aspek formal-prosedural agar tetap dianggap sebagai negara demokrasi, namun instrument demokrasi yang menjadi pendukungnya dibiarkan tidak dapat melakukan fungsi sebagaimana mestinya.
Pemilu sebagai salah satu instrument demokrasi yang sangat penting telah masuk dalam agenda ketatanegaraan kita yang secara rutin dilaksanakan setiap lima tahun. Akan tetapi setelah sekian kali melaksanakan pemilu ternyata tidak ada perubahan signifikan menuju ke arah perbaikan yang diharapkan.
Beberapa elemen pemilu yang seharusnya dapat mengawal agar pelaksanaannya kian waktu makin berkualitas ternyata justeru menjadi biang keladi kekisruhan. Parpol sebagai peserta pemilu membiarkan dirinya kehilangan pikiran warasnya. Pemerintah selaku fasilitator tidak memerankan dirinya sebagai pihak yang memiliki sikap netral. Penyelenggara pemilu (KPU-Bawaslu) tidak lagi tampil penuh wibawa dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya.
Di tengah kekisruhan tersebut, benteng terakhir yang diharapkan dapat menjaga hukum dan keadilan yakni “Mahkamah Konstitusi” juga jebol kehilangan wajah aslinya sebagai pengawal nilai-nilai konstitusi yang merupakan amanah para pendiri bangsa.
Masih adakah harapan Pemilu 2024 akan menghasilkan seorang Pemimpin Negara yang akan berusaha untuk menyelesaikan pekerjaan rumah yang sangat besar, rumit, serta penuh tantangan ini?
Sementara itu adakah Pemilu 2024 juga akan melahirkan para wakil rakyat yang akan berjuang untuk kemaslahatan bangsa agar masyarakat dapat hidup layak yang memiliki harkat dan martabat sebagai warga negara?
Gunakanlah hak pilih kita secara cerdas sembari mengucapkan doa agar Tuhan membimbing kita untuk melakukan pilihan yang benar dan tepat.