Oleh: Mohammad Effendy (Forum Ambin Demokrasi) |
BORNEOTREND.COM - Sekarang ini tahapan pemilu sedang dalam masa kampanye, sehingga kita dapat menyaksikan Alat Peraga Kampanye (APK) bertebaran di semua sudut jalan baik di perkotaan maupun di pinggiran kampung. Foto para caleg dan Paslon Presiden/Wakil Presiden dengan berbagai narasi sebagai janji politik terpampang dengan jelas, dan terkadang isi narasinya membuat geli yang membacanya. Sementara itu di media sosial hal yang sama juga terjadi berbaur dengan aneka ragam tayangan dan berita para penggiatnya.
Diantara berita dan informasi yang berseleweran di medsos adalah berkaitan dengan tindakan pelanggaran serta adanya kecurangan dalam proses pemilu terutama untuk pilpres. Masing-masing kubu pendukung paslon saling serang dan saling tuduh mengenai kecurangan yang berlangsung di lapangan.
Satu hal yang perlu diingatkan, seorang calon Pemimpin yang membiarkan dan/atau justeru sengaja melakukan kecurangan dalam suatu kontestasi, maka calon pemimpin tersebut sudah dapat dipastikan tidak akan membuat kebijakan yang berpihak kepada rakyat ketika dia telah terpilih. Sebab, kebijakan yang pro rakyat hanya dapat dibuat dan dilakukan oleh seorang Pemimpin yang masuk dalam arena kontestasi dengan cara yang elegan dan bermartabat.
Sebagai warga negara yang memiliki hak pilih haruslah menggunakan suaranya secara cerdas dan penuh tanggung jawab. Selain itu seorang warga negara juga berkewajiban untuk menjaga dan mencegah setiap tindak kecurangan.
Sekiranya kita tidak memiliki daya dan kemampuan untuk menjaga dan mencegah kecurangan, setidaknya sebagai seorang warga negara yang memiliki harkat dan martabat tidak akan turut membantu terjadinya kecurangan.
Tindak kecurangan dalam pemilu memerlukan biaya yang sangat besar agar dapat memobilisasi semua gerakan dan perangkat kekuasaan. Modal besar itu bukan investasi gratis karena ia akan dibayar melalui berbagai kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan yang nantinya menguntungkan pihak investor politik.
Para investor politik tersebut bukanlah sekelompok dermawan yang ingin meraih pahala, tetapi orang-orang yang memiliki keahlian dalam memainkan kalkulator untuk mendapatkan keuntungan.
Setelah berhasil terpilih, mereka tentu sudah lupa dengan rakyat sebagai pemilik suara karena menurut mereka suara rakyat itu telah dibayar lunas melalui para petualang politik yang sudah kehilangan nuraninya.
Oleh karena itu jika kita membiarkan dan/atau bahkan ikut terlibat membantu serta melakukan kecurangan dalam Pemilu, maka tanpa sadar kita sedang mempersiapkan anak-anak kita hidup dalam kemiskinan dan bahkan ada kemungkinan akan menjadi kuli di negerinya sendiri.