![]() |
Ilustrasi: Peternak memanen telur di salah satu peternakan telur Gunung Sidur - Foto Dok Nett |
BORNEOTREND.COM, JABAR– Meski Indonesia kerap dijegal oleh Uni Eropa dan telah dinyatakan kalah oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), Kementerian Pertanian (Kementan) memastikan tidak ada satu kilogram (kg) pun daging ayam ataupun telur ayam segar yang masuk dari luar negeri.
Hal tersebut, diungkapkan oleh Direktur Perbibitan dan Produksi Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, Agung Suganda dalam Seminar Perunggasan, Rabu (24/1/2024) di IICC Botani Square, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Jabar)
"Alhamdulillah sampai dengan saat ini, walaupun kita kalah di WTO, kita tidak pernah kemasukan sekilo pun daging ayam atau telur ayam segar dari luar negeri," ungkapnya.
Menurutnya, hal itu menjadi prestasi bagi Indonesia dan harus tetap dipertahankan. Untuk itu, mengenai isu over supply yang tengah terjadi sekarang ini seharusnya menjadi manfaat bagi Indonesia.
"Bukan hanya memproteksi kita dari masuknya daging ayam dari luar, tapi yang paling penting lagi bagaimana industri ini menyediakan sumber protein hewani yang terjangkau bagi masyarakat kita yang saat ini masih membutuhkan," ujarnya.
Lebih lanjut, Agung mengatakan industri perunggasan telah menjadi salah satu penghasil devisa negara, di mana nilai ekspor produk peternakan Januari-Juli 2023 senilai US$ 790,7 juta atau setara dengan Rp12,4 triliun (asumsi kurs Rp15.712/US$).
"Subsektor peternakan ini menjadi penghasil devisa negara. Ekspor kita sudah mengalami peningkatan, nilainya sekitar 9,56% dan volumenya 15,36% lebih tinggi dibandingkan tahun 2022," katanya.
Agung menyebut produk peternakan Indonesia saat ini telah berhasil menembus beberapa negara yang sebelumnya sangat sulit untuk diekspor produk unggas, salah satunya Singapura dan Jepang.
"Ini merupakan bukti bahwa industri perunggasan kita sebetulnya sudah siap untuk bisa bersaing di tingkat global. Dan masalah yang kita hadapi harus sama-sama kita selesaikan, karena pemerintah tidak mungkin bisa menyelesaikan masalah ini sendiri, tentu harus ada kolaborasi bersama antara pemerintah, perguruan tinggi, dan paling penting adalah bagaimana masalah ini bisa diselesaikan oleh pelaku perunggasan itu sendiri," pungkasnya.
Sumber: cnbcindonesia.com