Oleh: Mohammad Effendy (Forum Ambin Demokrasi) |
BORNEOTREND.COM - Presiden Soekarno adalah pemimpin negara yang dikenal memiliki kharisma yang sangat kuat. Kecerdasannya diekspresikan dalam berbagai pidato menggelegar yang tidak saja membuat rakyatnya terpesona, tapi pernah menggoncang ruang sidang PBB serta desah kagum para pemimpin dunia. Bagi bangsa kita, Soekarno adalah Pemimpin Besar Revolusi yang meninggalkan kenangan begitu banyak serta inspirasi yang tidak akan pernah kering.
Di ujung pemerintahannya pasca kudeta PKI yang menggores luka yang dalam itu, Soekarno tidak dapat bertahan dari tekanan politik yang begitu kuat dari rakyat yang mendapat dukungan pihak tantara. Meski berada dalam tekanan, Soekarno tetap tegar tidak ingin menyalahkan PKI yang melakukan makar serta bersekeras tidak melakukan pembubaran terhadap partai komunis yang secara nyata telah berkhianat.
Sikap keras Soekarno tersebut memunculkan kritikan dari berbagai elemen masyarakat bangsa kita, bahkan ada yang menganggap Soekarno berpihak kepada partai komunis tersebut. Akan tetapi dalam perspektif lain, Soekarno telah memperlihatkan kepada bangsa ini sikap konsisten seorang Pemimpin yang sejak mudanya ingin membangun persatuan di tengah keragaman. Meski sikap konsisten Soekarno itu harus dibayar mahal dengan kursi kepresidenan yang telah didudukinya sejak bangsa ini merdeka.
Sejarah ternyata kembali terulang ketika Soeharto yang membangun rezim ordebaru, di ujung pemerintahannya mengalami nasib yang mirip seperti Soekarno. Siapa yang mengira Soeharto yang pernah dianugerahi sebagai “Bapak Pembangunan” tersebut serta masih memiliki kekuatan yang cukup besar ketika itu harus merelakan kehilangan jabatan sebagai Presiden, posisi yang telah didudukinya lebih dari tiga dasawarsa.
Sekarang Presiden Joko Widodo telah menduduki jabatannya hampir menuju dua periode, dan mulai merasakan goyangan politik yang kian menguat.
Tokoh-tokoh bangsa yang terusik menyaksikan berbagai kebijakan, pernyataan, serta tindakan Presiden telah melontarkan berbagai kritik lugas dan mendeklarasikan ketidak puasan mereka. Sikap tokoh-tokoh bangsa itu kemudian mulai diikuti oleh kalangan kampus yang dikenal menjadi pioner pembaharuan namun beberapa waktu sebelumnya seperti berdiam diri di menara gadingnya.
Meski banyak hasil survey yang memberikan presentasi tinggi untuk tingkat kepuasan masyarakat terhadap kepemimpinan Joko Widodo, namun sebagian lagi meragukan hasil survey dimaksud karena tidak sesuai dengan kondisi nyata di lapangan.
Lintasan sejarah bangsa kita memberikan uraian petunjuk bahwa perubahan politik besar akan terjadi jika kampus-kampus mulai bergejolak dan biasanya gerakan kampus yang diekspresikan oleh para mahasiswa akan diiringi oleh gerakan rakyat yang memang sudah lama memendam kegelisahan.
Sewaktu-waktu keresahan yang dirasakan banyak orang dapat saja meledak tanpa diduga, mungkin hanya menunggu momen yang entah kapan datangnya. Pemungutan suara 14 Februari 2024 dapat saja menjadi salah satu momen pemicunya, jika hasilnya dipenuhi dengan kecurangan yang kasat mata.
Orde lama tumbang digantikan oleh orde baru – dan orde baru akhirnya juga hanya menjadi catatan sejarah dengan kelahiran orde reformasi. Akankah sejarah kembali terulang karena melahirkan orde lain yang kita belum tahu namanya.
Sejarah kemanusiaan berada dalam kendali Sang Pencipta melalui hukum-Nya yang dikenal dengan nama “sunnatullah”, hukum yang mengatur keseimbangan dalam kehidupan kita. Demi menjaga keseimbangan tersebut, terkadang muncul hal-hal yang tak terduga –di luar perhitungan dan nalar para konsultan ahli.