Diskualifikasi Paslon Dalam Persidangan Perselisihan Hasil Pemilu di MK


Oleh: Mohammad Effendy 
(Forum Ambin Demokrasi)


BORNEOTREND.COM - Berita terjadinya kecurangan Pemilu 2024 beredar luas di berbagai media termasuk sangat viral di medsos lengkap dengan video kejadiannya. Kecurangan pemilu tersebut menurut banyak pengamat sudah dimulai dari tahapan awal hingga masa kampanye, diteruskan pada hari pencoblosan, serta bersambung pasca pemungutan suara.

Di tahapan kampanye kecurangan dilakukan dalam bentuk pembagian bansos kepada masyarakat dengan mengatasnamakan bantuan Presiden, pengarahan aparat desa, bahkan adanya keterlibatan unsur TNI/Polri, dan semuanya ditujukan untuk kemenangan Paslon tertentu. Di hari pemungutan suara kecurangan berupa upaya mempengaruhi pemilih, penekanan terhadap petugas, pelanggaran SOP oleh KPPS, serta menggunakan surat suara tidak terpakai untuk menambah dukungan kepada Paslon tertentu.

Pasca pencoblosan terjadi penggiringan opini yang dilakukan dengan mengekspose secara masif hasil quick count dari berbagai lembaga survey disertai jargon menang satu putaran. Kecurangan lain yang juga diunggah di medsos terjadinya kesalahan input data sirekap KPU, formulir C1 yang berubah, penambahan jumlah dukungan paslon tertentu secara fantastik dan lain-lain.

Maraknya kecurangan Pemilu 2024 yang dicurigai telah didesain sedemikian rupa sehingga menurut para ahli telah memenuhi syarat terjadinya pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematik, dan massif (TSM). Jika kecurigaan tersebut akhirnya dapat dibuktikan maka marwah bangsa kita benar-benar telah berada di titik nadir, dan kita kehilangan kehormatan sebagai bangsa yang beradab.

Selanjutnya apabila pengumuman resmi KPU hasil real count tidak jauh berbeda dengan hasil rekapitulasi penghitungan suara manual yang dilakukan secara berjenjang, dan menetapkan Paslon yang diduga terlibat melakukan kecurangan sebagai pemenangnya, maka kemungkinan besar akan ada gugatan perselisihan hasil Pilpres di MK.

Sekiranya dalam persidangan di MK dugaan terjadinya kecurangan dimaksud didukung dengan bukti-bukti yang valid, dapatkah Paslon yang bersangkutan didiskualifikasi? Dalam kasus perselisihan hasil Pilpres 2024, diskualifikasi tersebut setidaknya memiliki dua makna. 

Pertama, diskualifikasi berarti Paslon yang terbukti melakukan kecurangan dicoret/dianulir sebagai pemenang, sehingga Paslon ranking kedua dianggap sebagai pemenang. Kedua, diskualifikasi memiliki makna bahwa suara Paslon yang terbukti melakukan kecurangan dan/atau didapatkan dengan cara yang curang, maka suaranya tersebut dicoret/dianulir sehingga terjadi penurunan angka perolehan suara. Jika penurunan perolehan suara terjadi secara signifikan sehingga berada di bawah angka 50 %, maka MK berwenang memerintahakn untuk dilakukan Pilpres putaran kedua.

Mencermati konsetelasi politik nasional yang cukup panas dan adanya gerakan masyarakat yang mulai meningkat serta suara dari kelompok civil society yang kian menguat, maka tafsir diskualifikasi yang memiliki resiko lebih kecil dan kemungkinan dapat diterima banyak pihak adalah melaksanakan Pilpres putaran kedua. Perintah untuk melaksanakan Pilpres putaran kedua dapat mengakomudasi kepentingan para pihak yang bersengketa.

Kepentingan pemohon terakomodasi dengan diterimanya bukti terjadinya kecurangan dengan dicoretnya perolehan suara yang didapat dengan cara yang tidak benar. Sementara kepentingan pihak Terkait yakni Paslon yang mendapat dukungan suara terbanyak juga tidak dihilangkan, karena masih diberi kesempatan untuk memperjuangkan kembali kemenangannya di putaran kedua.

Persoalan yang sangat substansial adalah; dapatkah MK tetap tegak lurus mempertahankan kredibilitas dan integritasnya di tengah pusaran kekuasaan yang begitu besar. Jika MK ingin mengembalikan kepercayaan publik pasca Putusan MKMK -inilah momentumnya. 

  


Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال