MINERAL: Salah satu pekerja PT Antam Tbk melakukan proses pemurnian nikel menjadi feronikel - Foto Dok Nett |
BORNEOTREND.COM, JAKARTA– Masifnya hilirisasi mineral dinilai dapat menekan pendapatan petani dan nelayan hingga memicu kerusakan lingkungan serta menghilangkan lapangan pekerjaan.
Berdasarkan laporan Center of Economic and Law Studies (Celios), pengoperasian smelter nikel di tiga provinsi utama operasi peleburan, yaitu Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara dapat menyebabkan petani dan nelayan kehilangan pendapatan sebesar US$234,84 juta atau Rp3,64 triliun dalam 15 tahun ke depan.
Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, perubahan pekerjaan masyarakat menjadi pekerja pengolahan nikel pun tak sebanding dengan profesi sebelumnya.
"Hilirisasi naik, tetapi pendapatan yang bekerja sebagai nelayan, bekerja di bidang pertanian dan perhutanan itu mengalami penurunan," ungkapnya, Selasa (20/2/2024) kemarin, Jakarta.
Hasil penelitian dengan skenario business-as-usual (BAU) dari Celios ini juga menunjukkan kerugian nilai tambah ekonomi US$387,10 juta atau lebih dari Rp6 triliun dalam 15 tahun ke depan.
Menurutnya, dampak negatif dari skenario BAU terhadap nilai tambah sektor pertanian dan perikanan berupa kekeringan yang mengganggu pertanian dan pencemaran air yang meracuni ikan dan berpotensi besar merusak ekosistem perikanan.
Sebagaimana laporan dari WALHI terhadap ancaman yang ditimbulkan bagi petani lada di salah satu daerah Sulawesi Selatan pada 2023. Nilai ekonomi yang dihasilkan perkebunan tersebut sebesar Rp3,6 triliun per musim/tahun.
Namun, perkebunan tersebut terancam oleh konsekuensi lingkungan dari kerusakan hutan hujan dan danau imbas pembangunan smelter nikel.
"Semakin didorong kapasitas produksi dari smelter nikel terjadi tekanan yang luar biasa di sektor pertanian, perikanan, dan perhutanan," ujarnya.
Bhima menganggap, terdapat gagasan umum yang keliru perihal peluang kerja hilirisasi nikel akan membantu tenaga kerja lokal dan meningkatkan pendapatan rata-rata masyarakat. Sebab, faktanya petani masih bekerja di lahan mereka, sementara tenaga kerja industri nikel berasal dari provinsi lain dan keberadaan smelter merupakan ancaman bagi petani lokal.
Sumber: ekonomi.bisnis.com