Oleh: Mohammad Effendy (Forum Ambin Demokrasi) |
BORNEOTREND.COM - Berdasakan data sementara yang beredar luas di masyarakat melalui media cetak/elektronik maupun medsos, untuk Pilpres kemungkinan besar hanya satu putaran, meski masih tetap terbuka untuk dua putaran antara paslon 02 dengan Paslon 01. Bersamaan dengan angka perolehan suara untuk Paslon pada Pilpres, prediksi tentang Parpol yang akan masuk ke senayan karena dianggap memenuhi ambang batas parliamentary threshold juga disajikan datanya.
Ada hal menarik jika diperhatikan antara perolehan suara Paslon di Pilpres dengan perolehan suara Parpol di Pileg untuk merebut kursi di Senayan. Pasangan Calon 03 Ganjar Pranowo/Mahfud MD yang diusung oleh PDIP perolehan suaranya ternyata tidak berbanding lurus dengan suara yang diperoleh partai pendukungnya. Angka suara untuk Paslon 03 sangat sedikit dan secara signifikan berbeda jauh dengan suara yang diperoleh PDIP sebagai Parpol pengusung.
Kondisi itu berbeda dengan Paslon 02 Prabowo Subianto/Gibran Rakabuming Raka yang diusung oleh koalisi parpol; Gerindra, Golkar, Demokrat dll. Perolehan suara Partai Gerindra dan Golkar angkanya relatif paralel dengan perolehan suara Paslon 02 yang mereka beri dukungan. Pertanyaan yang muncul adalah; mengapa hal tersebut bisa terjadi di Pemilu 2024.
Jawaban sederhana yang dapat dikemukakan adalah; untuk Pilpres rakyat pemilih memberikan suaranya untuk figur paslon, sementara pada Pileg rakyat pemilih tetap memberikan dukungan kepada Parpol yang selama ini dianggap dekat dengan mereka. Akan tetapi jawaban sederhana dimaksud tentu sangat tidak memuaskan.
Analisis lain yang lebih komprehensif dapat dikemukakan bahwa telah terjadi konspirasi politik tingkat tinggi yang sulit dipahami oleh kebanyakan oang. PDIP adalah Parpol penguasa setidaknya selama dua periode Presiden Joko Widodo. Sebagai Parpol penguasa, PDIP tentu telah menjalin komunikasi dengan tokoh-tokoh belakang layar yang selama ini dikenal sebagai kelompok oligarkhi.
Komunikasi politik dimaksud tentu telah mennghasilkan kesepahaman bagaimana mendesain pemilu 2024 dengan hadirnya Paslon 01 Anies Baswedan/Muhaimin Iskandar yang tidak dapat dibendung proses pencalonannya.
Ada resiko politik yang sangat berbahaya jika pasangan 03 berjuang maksimal meraih dukungan suara, karena pasti terjadi dua putaran Pilpres, atau bahkan hanya 1 putaran dengan Paslon 01 sebagai pemenangnya.
Oleh karena itu PDIP harus merelakan Paslon yang diusungnya tidak mendapat dukungan maksimal dari pemilihnya, namun sebagai Parpol tentu PDIP tidak ingin dirugikan.
Konspirasi politik yang didesain adalah; suara pemilih untuk Pilpres diarahkan kepada pasangan 02, akan tetapi di Pileg suara pemilih disalurkan kepada PDIP agar dapat memperkuat dukungan politik kepada Presiden terpilih nantinya di Parlemen.
Analisis ini akan mendapatkan pembuktian jika PDIP nantinya tidak berada di kelompok oposisi setelah pemilu usai. Bukti itu akan makin memiliki validitasnya jika PDIP bahkan mengirim orang-orangnya untuk duduk dalam jabatan Menteri di Kabinet baru dengan alasan menjaga kerukunan dan kebersamaan di pemerintahan.
Ini wilayah politik Bung –pertengkaran antar elit politik adalah pertengkaran semu untuk meramaikan panggung sandiwara. Kritikan tajam yang ditujukan kepada sahabat dekat padahal masyarakat mengetahui bahwa antar mereka selama ini telah menjalin kemesraan, semata-mata hanya untuk konsumsi media. Dalam politik semua dapat terjadi meski berada di luar nalar dan di luar akal sehat masyarakat umum.