Putusan MK Tentang Pilpres dan Implikasinya Terhadap Pilkada

Oleh: Mohammad Effendy 
(Forum Ambin Demokrasi)


BORNEOTREND.COM - Persidangan Mahkamah Konstitusi yang memeriksa permohonan sengketa Pilpres telah banyak menaruh perhatian masyarakat, dan sekarang kita semua sedang menunggu hasil akhirnya berupa Putusan MK, apakah Pilpres akan berlanjut atau dinyatakan sudah selesai.  

Sementara menunggu Putusan MK, pihak Penyelenggara Pemilu kembali disibukkan untuk mempersiapkan pelaksanaan Pilkada yang dijadwal dan direncanakan bulan November 2024.

Berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan MK, pihak Pemohon telah mengajukan bukti tentang adanya kecurangan penyelenggaraan pemilu serta pelanggaran serius konstitusi. Masyarakat yang turut mengikuti persidangan MK telah mengetahui adanya bukti atau setidaknya petunjuk kuat yang sulit dibantah mengenai praktek kecurangan yang terjadi baik sebelum, pada saat, serta pasca pemilu diselenggarakan.

Secara normatif MK memiliki kewenangan penuh untuk menilai dan mempertimbangkan serta kemudian membuat Putusan apakah bukti-bukti yang terungkap di persidangan tersebut dapat dijadikan dasar untuk mengabulkan permohonan Pemohon baik sebagian atau seluruhnya. Mereka yang memahami masalah hukum dan kewenangan MK mencoba mengurai prediksi Putusan baik berdasarkan fakta yang tersaji di persidangan maupun dengan menganalisis kecenderungan serta latar belakang Hakim MK secara personal.

Mengingat pelaksanaan Pilkada beriringan dengan Pileg dan Pilpres, sementara institusi penyelenggaranya adalah lembaga yang sama (KPU-BAWASLU), maka apapun isi Putusan MK akan memberi dampak langsung terhadap Pilkada. Sebab, sengketa hasil akhir Pilkada juga akan ditangani oleh MK, sehingga segala pertimbangan hukum yang dituangkan MK dalam sengketa Pilpres akan menjadi bahan rujukan dalam penanganan kasus Pilkada. 

Oleh karena itu jika fakta yang sudah terungkap secara terang benderang di persidangan MK berupa ketidaknetralan Pemerintah beserta seluruh jajarannya sampai ke tingkat Kepala Desa, ketidak berdayaan penyelenggara (KPU-BAWASLU) dalam menangani berbagai pelanggaran dan kecurangan baik karena adanya intervensi kekuasaan maupun karena rendahnya integritas, tidak dipertimbangkan secara serius oleh MK, maka kejadian yang sama akan terulang di Pilkada.

Sebaliknya, apabila fakta tersebut dijadikan dasar MK untuk membuat Putusan, maka pengawalan terhadap proses Pilkada dapat lebih mudah dilakukan. Jajaran civil society di tingkat lokal akan menyuarakan dengan nada keras isi Putusan MK agar dijadikan pedoman dan Upaya mawas diri. Implikasinya adalah aparat pemerintahan serta pihak penyelenggara Pilkada diharapkan berhati-hati dalam mengambil tindakan.

Hal lain yang perlu dikemukakan, penyelenggaraan Pilkada melibatkan masyarakat lokal yang satu dan lainnya saling mengenal. Pelaku kecurangan dengan sangat mudah dapat ditemukan di lapangan, sehingga potensi terjadinya konflik horizontal sangat besar. Oleh karena itu jika kecurangan yang terjadi dalam penyelenggaraan Pilpres ditoleransi oleh MK, maka ia akan menjadi bumerang dan bom waktu di Pilkada.

Begitu juga dengan pihak penyelenggara (KPU-BAWASLU) jika tetap mengulang perilaku seperti di Pilpres, maka mereka akan berhadapan langsung dengan warga masyarakat yang marah. Berdasarkan analisa singkat ini, maka Putusan MK tidak saja dalam upaya menjaga dan mengawal konstitusi, tetapi lebih jauh juga untuk merawat interaksi sosial di tingkat akar rumput.

Kita semua telah mengetahui bersama bahwa kualitas pemilu 2024 mengalami penurunan yang signifikan dan ukuran yang dipergunakan adalah terjadinya pelanggaran dan kecurangan yang sangat terbuka di depan mata. Oleh karena itu jika hukum tidak dapat dipergunakan untuk melawan pelanggaran dan kecurangan tersebut, maka kita hanya akan menunggu bunyi lonceng kematian. Dan, hukum itu sekarang berada di ujung palu MK.

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال