Oleh: Mohammad Effendy (Forum Ambil Demokrasi) |
BORNEOTREND.COM - Sesuai dengan politik hukum nasional yang sudah didesain sejak lama, maka penyelenggaraan pemilihan umum dilaksanakan dua kali, yakni pemilu legislatif yang berbarengan dengan Pilpres bulan Februari 2024 yang lalu, dan Pemilu Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang dijadwalkan bulan November 2024.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang diamanahkan untuk menjadi penyelenggara Pilkada melalui KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota telah membuat perencanaan tahapan Pilkada dan dalam tahapan dimaksud telah dijadwalkan bahwa pemungutan suara Pilkada akan dilaksanakan tanggal 27 November 2024.
Tahapan pendaftaran Pasangan Calon baik untuk jabatan Gubernur maupun Bupati/Walikota sudah berproses yang didahului dengan Pasangan Calon melalui jalur perseorangan (independen). Pasangan calon perseorangan prosesnya lebih dahulu karena memerlukan verifikasi yang relatif panjang baik secara administratif maupun verifikasi faktual.
Sementara yang melalui pengusungan dari Parpol atau koalisi Parpol dijadwalkan bulan Agustus 2024. Nama para calon maupun pasangan calon sudah ramai beredar di masyarakat melalui pemberitaan media massa ataupun media sosial, serta lewat foto figur yang terpampang di baleho maupun alat peraga lainnya.
Tidak semua figur yang fotonya terpasang di beberapa tempat tersebut benar-benar akan ikut mendaftar sebagai pasangan calon, karena mereka harus berjuang untuk melengkapi persyaratan dukungan awal untuk calon perseorangan, dan dukungan parpol atau gabungan parpol.
Berdasarkan proses tersebut, rakyat sedang menunggu calon pemimpin yang akan resmi menjadi pasangan calon dan akan diumumkan oleh KPU setelah melalui proses verifikasi persyaratan yang ditentukan peraturan perundang-undangan.
Keterlibatan masyarakat untuk ikut serta dalam proses seleksi calon pemimpin tersebut memang relatif kecil, dan partisipasi secara langsung hanya untuk pasangan calon perseorangan. Sebab, untuk pasangan calon perseorangan memarlukan persyaratan dukungan awal sejumlah warga masyarakat yang terdaftar sebagai pemilih.
Masyarakat tidak terlibat dalam proses seleksi calon pemimpin yang pengusungannya melalui jalur parpol atau gabungan parpol. Berdasarkan UU Pilkada, pengusungan pasangan calon menjadi kewenangan pengurus parpol sesuai tingkatannya. Akan tetapi kewenangan pengurus parpol tingkat daerah untuk mengajukan pasangan calon sangat terbatas. Dominasi kewenangan berada di tingkat pimpinan pusat parpol melalui pemberian rekomendasi dan/atau persetujuan.
Mekanisme seleksi pasangan calon melalui jalur parpol atau gabungan parpol tersebut di atas tentu saja sangat bersifat sentralistik, dan tanpa sadar telah mengurangi keterlibatan masyarakat setempat/lokal. Padahal Pasangan calon yang telah mendapat persetujuan pimpinan pusat parpol tersebut jika nanti terpilih, juteru akan memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Masyarakat di daerah disodori calon pemimpin yang ditentukan dan/atau mendapat restu pimpinan pusat parpol, dan kepada masyarakat daerah diminta untuk memberikan dukungannya melalui pemungutan suara di Pilkada. Mekanisme seperti itu masih ditambah dengan kondisi yang sangat memprihatinkan di lapangan, yakni adanya permainan “jual-beli” untuk mendapatkan restu dan dukungan pimpinan pusat parpol.
Kita masyarakat daerah benar-benar telah kehilangan harkat dan martabat sebagai warga pemilih yang memiliki kedaulatan. Pemimpin lokal yang seharusnya menjadi simbol masyarakat di daerah ditentukan oleh “Pusat” dengan segala permainan politik yang terkadang tidak lagi mengenal etika berbangsa dan bernegara. Masyarakat daerah tidak diberikan penghargaan selayaknya sebagai bagian dari anak bangsa baik melalui aturan hukum positif maupun dalam perilaku politik mereka yang sedang memegang kekuasaan.
Sudah saatnya untuk memperjuangkan kehadiran parpol lokal sebagai penyeimbang dominasi parpol nasional. Berilah kesempatan kepada tokoh-tokoh daerah untuk ikut berjuang melalui sarana parpol lokal, karena mereka lebih mengetahui kondisi sosial-budaya masyarakat setempat. Bukalah peluang calon-calon pemimpin daerah muncul secara alami dan mereka berkompetisi sesamanya untuk mendapatkan dukungan masyarakat.