Oleh: Noorhalis Majid (Ambin Demokrasi) |
BORNEOTREND.COM - Setidaknya, ada dua sebab perhelatan Pilkada harus menghadirkan kotak kosong sebagai lawan dari kandidat kepala daerah.
Pertama, hanya ada satu kandidat yang dianggap dan dipersepsi sangat kuat, sehingga tidak mungkin dilawan. Begitu kuatnya, sampai-sampai kandidat lain ciut, takut, kehilangan nyali turun bertarung. Partai-partai juga ketakutan menawarkan alternatif, karena menduga pasti kalah. Dari pada kalah, tidak usah dilawan “musuh lagi harat”.
Sebab kedua, merasa berkuasa, arogan, mampu membeli semua dukungan partai dan tidak memberi kesempatan pada yang lain bertarung melalui jalur partai politik. Ketika kesempatan independent sudah tertutup, dan semua partai sudah dibeli, akhirnya kandidat tersebut hanya melawan kotak kosong.
Sehebat, sepopuler atau sekaya apapun seorang kandidat kepala daerah, idealnya jangan sampai melawan kotak kosong. Karena kotak kosong tidak menawarkan gagasan apapun untuk dipilih. Padahal, Pilkada yang berkualitas, bila terjadi pertarungan gagasan
Sebaliknya, bila kotak kosong menang, hal tersebut justru suatu tamparan telak, bahwa yang bersangkutan tidak dikehendaki, walau mampu membeli segalanya.
Kalau pun menang melawan kotak kosong, sungguh tidak hebat, apalagi membanggakan, karena tidak ada perlawanan. Perlawanan justru ada pada dirinya sendiri, untuk mampu membangun simpatik dan perhatian pemilihnya.
Kalau Pilkada bertujuan mencari pemimpin berkualitas, berikan kepada warga sebanyak mungkin alternatif untuk dipilih. Walau partai politik berwenang menentukan siapa yang diusungnya, jangan lantas ujug-ujug ada calon ditawarkan, padahal calon tersebut sama sekali tidak dikenal peran dan kiprahnya di tengah warga. Bila dimungkinkan, lakukan konvensi atau minimal jajak pendapat, tentang siapa paling pantas ditawarkan kehadapan publik.
Tidak ada yang membanggakan dari kotak kosong, selain cermin dari ketakutan atau arogansi, dan keduanya miskin gagasan. Padahal kita ingin ada pertarungan gagasan cerdas. (nm)