Semangat Kebangsaan yang Kian Memudar

Oleh: Mohammad Effendy  
(Forum Ambin Demokrasi)


BORNEOTREND.COM - Kita berada di bulan keramat ujar orang-orang tua dulu, karena bulan Agustus adalah bulan lahirnya sebuah bangsa yang berjuang dengan segala pengorbanan. Di bulan keramat inilah bangsa Indonesia dengan gagah berani mendeklarasikan kemerdekaannya dan melepaskan diri dari belenggu penjajahan.  

Sikap patriot yang harus ditebus dengan darah, air mata, serta jiwa para pahlawan dan syuhada. Belanda yang merasa memiliki hak untuk menjajah kembali kita lawan dengan semangat pantang menyerah dengan teriakan “lebih baik mati berkalang tanah, daripada hidup terhina”.

Semangat kebangsaan tersebut terus dirawat dengan mengobarkan usaha melawan segala bentuk penjajahan, mencerdaskan kehidupan bangsa menuju kehidupan bersama yang sejahtera dan berkeadilan bagi seluruh rakyat. Upaya tersebut memang tidak mudah karena secara geografis bangsa kita tersebar dengan rentang jarak yang berjauhan serta jumlah penduduk yang sangat besar untuk diayomi bersama. 

Dinamika perjuangan tokoh bangsa memang mengalami pasang surut sesuai dengan perkembangan politik nasional dan interaksi global. Bangsa kita sedikit demi sedikit bangkit untuk mengejar ketertinggalan dan terus berupaya agar dapat sejajar dengan bangsa lain terutama dengan negara-negara yang memiliki kesamaan sebagai bangsa yang baru merdeka.

Beberapa fase kehidupan berbangsa telah dilalui, sejak pasca kemerdekaan yang kemudian menjelma menjadi rezim ordelama, dan rezim ini tumbang dengan kelahiran rezim ordebaru. Selama lebih dari tiga dekade rezim ordebaru berjaya untuk kemudian runtuh dengan munculnya orde reformasi. Bangsa kita mulai berbenah dan era reformasi memberi peluang untuk membangun masyarakat yang lebih demokratis.

Akan tetapi setelah berjalan lebih dari dua dekade, para tokoh pemimpin bangsa kian hari makin melupakan cita-cita awal reformasi yang memberikan amanah suci untuk merealisasikan pesan sakral pendiri bangsa sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945. Pesan suci agar Pemerintah berusaha mencerdaskan kehidupan bangsa ternyata masih jauh dari harapan karena sistem pendidikan yang dibangun belum mampu melahirkan sumber daya manusia Indoinesia yang handal untuk dapat bertarung dengan perkembangan ilmu dan teknologi.

Kesenjangan kehidupan masyarakat yang kian tajam antara mereka yang miskin dengan jumlah yang sangat besar, sementara ada segelintir orang hidup dengan kekayaan melimpah serta memiliki jumlah asset yang fantastik. Penguasaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi kian mengurucut kepada sekelompok kecil orang yang kemudian menjadi pengendali terhadap kebijakan pemerintahan.

Masyarakat makin terpuruk karena tidak mendapat perlindungan hukum dan pengayoman yang semestinya dari negara. Rasa keadilan sudah mulai hilang dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, karena hukum hanya berpihak kepada yang berpunya bukan kepada yang papa. Jerit tangis mereka yang terzalimi sudah tidak mampu mengusik nurani mereka yang memiliki kerakusan pada kekuasaan.

Inilah fakta empirik yang dapat kita saksikan dan rasakan dalam kehidupan nyata, dan keadaan yang demikian harus dilakukan perubahan bersama. Kita semua memiliki kewajiban untuk mengubahnya melalui peran masing-masing, agar anak cucu kita tidak mengalami mimpi buruk dan hidup menderita di pangkuan ibu pertiwinya sendiri.

Semangat kebangsaan yang mungkin sudah kian memudar harus disegarkan dan dihidupkan kembali. Semangat pantang menyerah yang pernah digelorakan oleh orang tua kita harus ditata ulang, soliditas sebangsa dan senasib seperjuangan segera dirakit lagi.  

Kepada mereka yang diberi amanah jabatan, segeralah bergabung untuk ikut memperjuangkan keadilan, karena kalau tidak ikut serta dan/atau hanya berdiam diri, maka suatu ketika ketidakadilan itu pasti akan menerpa anda. Ini adalah hukum Tuhan yang pasti terjadi dengan cara dan jalannya sendiri, karena hukum Tuhan tidak mungkin dapat dilawan. 

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال