RI Diperkirakan Untung Triliunan dari Ekspor Pasir Laut

 Penjabat Sekretaris Daerah Kota Banjarbaru, Muhammad Farhan diambil sumpah. Foto-Media Center Kota Banjarbaru

BORNEOTREND.COM, KALSEL - Keuntungan yang didapat Indonesia dari ekspor pasir laut diperkirakan triliunan rupiah. Hitung-hitungan tersebut merupakan perkiraan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Direktur Penerimaan Bukan Pajak Kementerian/Lembaga Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Wawan Sunarjo mengatakan untuk pemanfaatan pasir dalam negeri saja, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang didapat bisa mencapai Rp2,5 triliun.

Angka itu mengacu pada harga patokan pasir laut yang diatur dalam Keputusan Menteri (Kepmen) Kelautan dan Perikanan Nomor 6 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Kepmen Kelautan dan Perikanan Nomor 82 Tahun 2021 tentang Harga Patokan Pasir Laut dalam Perhitungan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak.

Dalam aturan itu, harga pasir laut untuk pemanfaatan dalam negeri dipatok Rp93 ribu per meter kubik.

"Kalau misalkan ada volume, taruh lah jika karena target 2025 belum ada, kalau saja yang diekspor 50 juta meter kubik, maka kemungkinannya Rp2,5 triliun, dengan harga Rp93 ribu dikali tarifnya 30-35 persen (tarif PNBP)," ujar Wawan dalam media briefing Kementerian Keuangan di Serang, Banten, Kamis (26/9).

Sementara itu, harga pasir untuk pemanfaatan luar negeri dipatok Rp186 ribu per meter kubik. Apabila dihitung, untuk volume ekspor 50 juta m3, dikalikan dengan persentase PNBP 35 persen, maka didapatkan hasil Rp3,25 triliun.

Izin ekspor laut sebenarnya sudah dilarang pemerintah sejak 20 tahun lalu oleh Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri. Larangan diberlakukan untuk mengurangi dampak buruk eksploitasi pasir laut bagi lingkungan.

Namun, kebijakan itu diubah oleh Jokowi. Melalui PP Nomor 26 Tahun 2023, Jokowi kembali membuka keran ekspor pasir laut.

Kebijakan ini pun menimbulkan banyak penolakan terutama dari organisasi lingkungan, seperti Greenpeace, Walhi, mantan Menteri KKP Susi Pudjiastuti, hingga para nelayan sendiri.

Greenpeace dan Walhi dengan tegas menolak ikut terlibat dalam kajian PP tersebut dan meminta Jokowi mencabut aturan itu. Bahkan, keduanya mengancam bakal menggugat PP tersebut jika tetap dijalankan.

Sumber: CNN Indonesia

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال