Spesies Anggrek jenis baru ditemukan di Kalimantan Tengah. Foto-Dok. Tim Ekspedisi Cagar Alam Bukit Sapat Hawung |
BORNEOTREND.COM, JAKARTA - Tim Ekspedisi Cagar Alam Bukit Sapat Hawung, Murung Raya, Kalimantan Tengah menemukan spesies anggrek jenis baru dari genus bulbophyllum.
Spesies baru ini dinamai bulbophyllum sapathawungense yang merupakan keluarga bulbophyllum bruneiense (populasi di brunei) dan bulbophyllum ecornutum (populasi di Kalimantan, Jawa, Sumatra).
Ciri unik spesies baru ini adalah pada bagian morfologi labellum, memiliki ridges yang tidak umum, juga karakter khusus pada side-lobe nya, di mana karakter ini tidak dimiliki oleh spesies kerabat dekatnya seperti bruneiense dan ecornutum.
"Selama ini kita mewarisi sebuah narasi bahwa Indonesia itu kaya. Namun masyarakat sendiri banyak yang tidak mengetahui kekayaan Indonesia itu seperti apa. Nah bukti konkret yang menunjukkan biodiversity Indonesia itu kaya adalah salah satunya dengan ditemukannya jenis spesies-spesies baru untuk sains," kata spesialis anggrek Yayasan Tumbuhan Asli Nusantara dan Yayasan Konservasi Biota Lahan Basah Yuda Yudisira, Senin (2/8).
Tim sudah menerbitkan lebih dari delapan publikasi ilmiah mengenai spesies baru dan temuan catatan distribusi baru Anggrek untuk Indonesia.
"Temuan ini menjadi dasar klaim kekayaan biodiversity di Indonesia yang jelas sangat kaya, sehingga masih bisa ditemukan spesies tumbuhan baru saat hutan tersebut dieksplorasi Tim," tambah Yuda.
Ia mengkhawatirkan banyaknya spesies flora dan fauna yang terancam punah sebelum sempat diidentifikasi dan dicatat sebagai bagian dari kekayaan hayati Indonesia akibat pesatnya eksploitasi alam dan perubahan iklim.
"Seperti degradasi pembukaan lahan hutan (tempat spesies hidup), untuk lahan kebun sawit, yang dimana hal ini merusak ekosistem dan secara langsung berdampak pada perubahan iklim," kata Yuda.
Saat ini diperkirakan masih ada ratusan spesies flora dari bermacam family di Indonesia yang belum ditemukan secara resmi, khususnya spesies dari Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Riset botani sangat minim dilakukan di Indonesia, karena terbatasnya akses, biaya, serta minimnya tenaga ahli di bidangnya.
Sumber: CNN Indonesia