Fatwa KPU RI yang Meresahkan

Oleh: Mohammad Effendy 
(Forum Ambin Demokrasi)


BORNEOTREND.COM - Fatwa KPU RI yang menjawab pertanyaan KPU Kota Banjarbaru tentang status suara dukungan masyarakat yang mencoblos foto Paslon yang sudah didiskualifukasi sebagai suara tidak sah, adalah fatwa yang meresahkan sekaligus menyesatkan. Sebelum membuat fatwa tersebut KPU RI dan juga jajaran di bawahnya seyogianya memahami apa yang menjadi tugas dan kewajibannya untuk persiapan pemungutan suara.

Ketika KPU Kota Banjarbaru membuat keputusan untukff mendiskualifikasi Paslon sebagaimana yang direkomendasikan oleh Bawaslu Provinsi, maka kewajiban yang harus dilakukan adalah mencetak surat suara baru mengganti surat suara lama yang sudah disiapkan untuk pemungutan suara 27 November 2024. Sekiranya KPU Banjarbaru mencetak surat suara baru, pertanyaan yang tidak pernah diangkat dan dijelaskan kepada publik adalah; bagaimana format suara yang akan dicetak dengan kondisi Paslon yang “ditunggalkan”.

Pertanyaan ini penting dijawab oleh KPU Banjarbaru karena akan berimplikasi kepada penafsiran yang akan dilakukan jika menggunakan surat suara lama. Apabila jawaban KPU format surat suara yang akan dicetak hanya menampilkan foto Paslon yang absah, maka penyelenggaraan Pilkada Banjarbaru menjdi panggung drama komedi yang mungkin akan masuk rekor Muri. Format surat suara yang sesuai dengan esensi Paslon Tunggal adalah surat suara yang menampilkan Paslon yang absah bergandengan dengan kolom kosong yang dikenal dengan “Kotak Kosong”.

Sekiranya desain surat suara yang akan dicetak menampilkan foto Paslon yang absah bergandengan dengan kolom kosong (Kotak Kosong), namun karena hambatan tehnis tidak mungkin dilaksanakan, maka tafsirnya tidak boleh seperti termuat dalam fatwa KPU RI. Tafsirnya harus menyatakan bahwa pemilih yang mencoblos foto calon yang didiskualifikasi, maka suara itu menjadi milik “Kotak Kosong”.

Kita semua pasti geleng-geleng kepala membaca fatwa KPU RI, karena jajarannya sendiri yakni KPU Banjarbaru tidak melaksanakan kewajibannya untuk mencatak surat suara baru sebagai kosenkuensi dari tindakannya mendiskualifikasi Paslon yang dianggap melanggar rambu-rambu, tetapi beban kesalahan ditimpakan kepada masyarakat pemilih.  

Masyarakat sudah mentoleransi KPU yang tidak mencetak surat suara baru karena waktunya yang mungkin tidak cukup, tetapi sikap toleran masyarakat ternyata dibalas dengan menyatakan bahwa suara mereka tidak ‘SAH”.

Fatwa KPU RI yang menyatakan suara masyarakat yang mencoblos foto Paslon yang telah didisikualifikasi sebagai suara tidak sah, menjadi fatwa yang menentang 

akal sehat dan mereka membuat argumentasi dengan logika yang sesat. Semua elemen masyarakat sudah mengetahui dengan kesadaran tinggi bahwa dukungan terhadap foto Paslon yang telah disikuasifikasi tersebut maknanya adalah “Kotak Kosong”, bukan menjadikan Paslon yang didiskualifikasi tersebut meraih kemenangan.

Selembar kertas yang berisi fatwa KPU RI telah merusak tatanan demokrasi, mengorbankan ribuan suara rakyat yang berdaulat menjadi suara yang tidak bermakna, mempertontonkan arogansi kewenangan, dan pada akhirnya mereka telah membuat jejak-jejak sejarah yang kelam. Apa yang dapat dibanggakan telah berada dalam jajaran institusi penyelenggara Pilkada?


Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال