Edi Wibowo Dorong Pemda Lebih Fokus pada Prioritas di Tengah Penurunan DBH

Kepala BPKPAD Kota Banjarmasin, Edy Wibowo. Foto-dok.Istimewa

BORNEOTREND.COM, KALSEL - Pemerintah daerah diminta untuk mengelola anggaran dengan lebih bijak dan realistis di tengah penurunan Dana Bagi Hasil (DBH) yang memengaruhi kemampuan belanja daerah. 

Hal ini disampaikan oleh Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Pendapatan Asli Daerah (BPKPAD) Banjarmasin, Edi Wibowo, yang menyoroti pentingnya menyesuaikan belanja dengan kondisi keuangan aktual, terutama karena sebagian besar Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) masih bergantung pada transfer pusat.

“APBD kita 20-30 persen berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), sementara 70 persennya bergantung pada transfer pusat seperti Dana Alokasi Umum (DAU) dan DBH. Tahun ini DBH kita turun, sehingga SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) harus mampu menyesuaikan anggaran dengan prioritas utama,” ucap Edy saat ditemui di ruangan kerjanya, Rabu (15/1/2025).

 

Ia menambahkan bahwa belanja daerah tidak boleh sekadar mengikuti usulan SKPD, yang sering kali jauh lebih tinggi dibandingkan kemampuan anggaran. 

“Usulan anggaran SKPD hampir mencapai Rp3 triliun, sedangkan kemampuan belanja kita hanya sekitar Rp2,3 triliun. Maka, penting untuk memilah prioritas dan tidak merasa bahwa anggaran hanya dipotong. Sebaliknya, SKPD perlu lebih optimal dalam meningkatkan pendapatan daerah,” tegasnya.

Beberapa sektor yang disebutkan sebagai prioritas adalah pendidikan, seperti perbaikan sekolah yang rusak, serta kebersihan dan tenaga kerja di sektor lingkungan hidup. 

“Memang semua sektor penting, tetapi di antara yang penting itu pasti ada yang lebih prioritas. Kepala daerah harus memiliki fokus pada program strategis dan mendesak,” ujarnya.

Pejabat tersebut juga mengingatkan pentingnya inovasi dari SKPD penghasil pendapatan untuk meningkatkan kontribusinya. 

“Jangan hanya meminta anggaran, tetapi pikirkan juga cara meningkatkan pendapatan daerah. Optimalisasi kerja dan kreativitas dalam mencari sumber pendapatan baru sangat diperlukan,” tambahnya.

Edi menjelaskan bahwa pada tahun 2024, pemerintah melakukan pengetatan anggaran untuk menjaga prioritas pembangunan dan efisiensi belanja. Sebagai hasilnya, terdapat sisa lebih anggaran (Silpa) sebesar Rp82 miliar, yang meskipun kecil, tetap menunjukkan pengelolaan keuangan yang sehat.

“Silpa kita kecil dibandingkan daerah penghasil tambang besar. Namun, jika dibandingkan dengan tahun 2023 yang hanya Rp807 juta, ini menunjukkan peningkatan. Pengetatan dilakukan agar tidak ada utang di akhir tahun,” jelasnya.

Ia juga menggarisbawahi bahwa pemerintah fokus menghindari hutang dan memastikan kebutuhan operasional, seperti gaji SKPD, tetap terpenuhi sambil menunggu transfer dari pusat. 

“Kita disiplin dalam belanja dan mengoptimalkan pendapatan. Kinerja belanja pada 2024 meningkat 12-16 persen dibandingkan tahun sebelumnya,” ungkap Edi.

Dalam evaluasi 2024, sektor pajak daerah menunjukkan peningkatan yang signifikan, terutama pada Pajak Penerangan Jalan (PJU) yang mencapai 85 persen dari target, Pajak hotel yang melampaui target 30 persen berkat banyaknya kegiatan nasional dan internasional di Banjarmasin, Pajak restoran yang meningkat dari Rp93 miliar pada 2023 menjadi lebih dari Rp100 miliar pada 2024, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) naik sekitar Rp10 miliar akibat meningkatnya transaksi jual beli properti.

Namun, beberapa sektor, seperti pajak sarang burung walet, tidak mencapai target. Pemerintah daerah berencana mengevaluasi faktor penyebab, termasuk migrasi burung walet akibat pembangunan di perkotaan dan perubahan fungsi gedung.

Edi menyebutkan bahwa pada 2025, kebijakan pengelolaan pajak kendaraan bermotor (PKB) yang berpindah dari provinsi ke daerah memberikan optimisme baru. “Pajak daerah diproyeksikan mencapai Rp741 miliar pada 2025, dengan kontribusi terbesar dari pajak daerah sebesar Rp520 miliar,” jelasnya.

Edi menegaskan bahwa untuk meningkatkan pendapatan daerah, pemerintah akan Melakukan sosialisasi dan edukasi kepada wajib pajak, Memanfaatkan aset daerah secara optimal, termasuk menyewakan aset yang belum produktif, bekerja sama dengan Aparat Penegak Hukum (APH) untuk penagihan pajak yang tertunda.

“Jika langkah-langkah ini dijalankan dengan baik, target pendapatan tahun 2025 sebesar Rp520 miliar dapat tercapai, bahkan terlampaui,” pungkasnya.

Penulis: Realita

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال