Saatnya Kalsel Miliki Museum Musik

 

Salah satu piringan hitam ( PH) lagu Banjar karya Anang Ardiansyah yang menjadi suvenir di ajan internasional GANEFO tahun 1963 di Jakarta era Presiden Soekarno.
(Foto: Djahar Muzakir)

BORNEOTREND.COM - Kehebatan musisi/pencipta lagu daerah di Kalsel, terutama generasi Anang Ardiansyah dan Hamidhan AC sekitar tahun 1960-an, tidak diragukan lagi. Apalagi pada masanya lagu-lagu daerah Banjar cukup berjaya menasional, bahkan hingga kini mendunia seperti lagu Paris Barantai dan Ampar-ampar Pisang. Itu terlihat banyaknya tayangan di media sosial (youtube) kedua lagu tersebut dimainkan secara orkestra oleh musisi-musisi luar negeri.

Mantan wartawan Kompas Grup, Djahar Muzakir, yang sekarang berdomisili di Bogor memiliki koleksi piringan hitam (PH) salah satu kumpulan lagu karya Anang Ardiansyah. Ia juga menyarankan sebaiknya Kalsel memiliki museum khusus menyimpan atau mengoleksi karya-karya musik orang Banua, terutama lagu atau musik Banjar.

"Sudah seharusnya Kalsel memiliki museum Pak Anang Ardiansyah. Bagi saya Pak Anang merupakan tokoh fenomenal karena mampu mendobrak dominasi pemusik Pulau Jawa pada era sebelum 1960-an, dan bisa berkarya pada situasi zaman yang ruwet. Kita semua tahu, era pascakemerdekaan RI hingga pertengahan 1960-an adalah era negara-bangsa ruwet dengan urusan politik. Blok-blokan terjadi. Semua blok saling menarik pendukung/pegikut, termasuk dari kalangan seniman," ujar Djahar Muzakir dalam diskusi di akun FB Khairiadi Asa.  

Menurut Djahar, saat itu semangat kedaerahan begitu kental. Tapi, hebatnya, di era seperti itulah kreativitas Pak Anang Ardiansyah mekar dengan lagu-lagu daerah yang sama sekali jauh dari daerah sentris. Menurutnya, berararti Pak Anang punya pikiran yang bebas merdeka. 

"Ini pelajaran penting yang harus diketahui generasi penerus. Jika ada museum musik akan menjadi salah satu pusat budaya dan informasi budaya. Selama ini, kalau ke Banjarmasin dan ingin mengetahui tokoh-tokoh musik dan budaya Kalsel, tidak tahu harus bertanya pada siapa," ucap Djahar, sambil menambahkan akan menarik museumnya dibangun memakai audio-visual sehingga pengunjung bisa menyaksikan langsung karya-karya musik anak Banua. 

Keinginan atau saran Djahar Muzakir perlunya dibangun museum musik Banjar juga direspons Dewan Kesenian Kalsel, karena hal itu juga merupakan langkah dalam pemajuan kebudayaan di Kalsel.

"Kita pernah mendapat hibah Kementeian Pendidikan melaksanakn kegiatan seminar tentang Anang Ardiansyah sekaligus pameran barang dan pergelaran musik karya beliau di tahun 2020. Saya kira ini salah satu rintisan sebenarnya. Jadi bisa saja museum seniman musik ini dijajaki oleh dinas terkait apa-apa yang diperlukan," ujar Ketua Dewan Kesenian Kalsel, Taufik Arbain, dihubungi Selasa (14/1/2025).

Senada dengan Taufik Arbain, pengurus DK Kalsel lainnya Andi Ida Fitria Kusuma sangat mendukung upaya pembangunan museum musik di Kalsel tersebut. 

"Saya sangat setuju kita harus dapat mendata seniman pencipta lagu daerah kita selain almarhum Anang Ardiansyah. Saya kira banyak pencipta lagu Banjar di era tahun 1960 hingga 1990-an, didata kembali supaya ada jejak sejarahnya," ujar Andi Ida Fitria, yang mengaku di tahun 1980-an sering menyaksikan lomba-lomba nyanyi lagu Banjar.

Sekadar untuk diketahui piringan hitam (PH) lagu Banjar karya Anang Ardiansyah pernah dijadikan suvenir di ajang pesta olah raga GANEFO, era Presiden Soekarno. GANEFO (Games of The New Emerging Forces) adalah pekan olahraga antarnegara "kekuatan baru dunia" yang diprakarsai Sukarno pada akhir tahun 1962. Ganefo yang pertama diadakan di Jakarta pada tanggal 10-22 November 1963, diikuti oleh 2.200 atlet dari 48 negara Asia, Afrika dan Amerika Latin.

Piringan hitam lagu Banjar karya Anang Ardiansyah yang menjadi suvenir di ajang GANEFO tahun 1963 tersebut memuat empat lagu Banjar; yaitu Paris Barantai, Pandan Arum, Amas Mirah dan Gomba Satria.

Editor: Khairiadi Asa


Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال