Pengamat: Indonesia Untung Masuk BRICS

SALAMAN: Presiden RI Prabowo Subianto bersalaman dengan Presiden China Xi Jinping – Foto Net


BORNEOTREND.COM, JAKARTA - Bergabungnya Indonesia sebagai anggota penuh BRICS memberikan keuntungan baru khususnya dalam perluasan pasar. 

Demikian pernyataan yang dikeluarkan Lembaga riset ekonomi Center of Economics and Law Studies (Celios).

Direktur Ekonomi Celios, Nailul Huda mengatakan selama ini ekspor Indonesia masih bergantung dengan pasar-pasar tradisional seperti Amerika Serikat (AS) dan Eropa.

Keanggotaan baru ini, menjadikan Indonesia bisa terlepas dari AS dan Eropa dan membuka peluang pasar baru.

"Bergabung dengan BRICS, akan memberikan keuntungan bagi Indonesia untuk bisa lepas dari pasar tradisional seperti AS dan Eropa. Eropa pun sebenarnya sudah mulai 'rese' dengan kebijakan ekspor Indonesia di mana sering terlibat perselisihan dalam hal perdagangan global," ujar Nailul kepada ANTARA di Jakarta, Selasa (7/1/2025).

Ia melanjutkan, Eropa saat ini mulai menjegal perdagangan luar negeri Indonesia, salah satunya adalah melalui hambatan European Deforestation Regulation (EUDR) terhadap komoditas kelapa sawit.

Presiden Prabowo Subianto kemudian menunjukkan keberpihakan terhadap petani sawit dan mempertimbangkan untuk mencari pasar lain di luar wilayah Eropa.

"Prabowo pun menunjukkan keberpihakannya kepada sawit lokal, saya rasa itu menjadi pertimbangan juga untuk mencari pasar alternatif," katanya.

Nailul menjelaskan, pada dasarnya gerakan diplomasi Indonesia merupakan gerakan non blok, di mana tidak terafiliasi ke blok mana pun, baik BRICS atau OECD. Namun, pilihan koalisi politik dan ekonomi bisa mendorong pertumbuhan ekonomi ke depan.

Data menunjukkan, proporsi ekonomi negara BRICS mengalami peningkatan yang cukup tajam. Pada 1990, proporsi ekonomi negara BRICS hanya 15,66 persen, sedangkan pada 2022, proporsinya mencapai 32 persen.

Anggota BRICS yang berdiri sejak 2009 tidak hanya terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan. BRICS kini memiliki semakin banyak anggota, usai 13 negara baru ditetapkan sebagai negara mitra pada Oktober 2024.

"Negara Timur Tengah sudah mulai masuk ke koalisi BRICS, hal ini sejalan dengan keinginan pemerintah untuk masuk ke pasar Timur Tengah. Jadi, sebenarnya keuntungan masuk BRICS cukup besar," ucap Nailul.

Namun demikian, Nailul menyebut bahwa koalisi BRICS juga memunculkan risiko bentrokan kepentingan dengan Amerika Serikat, salah satunya terkait dengan fasilitas perdagangan dengan AS yang bisa dicabut atau bahkan dikurangi.

Menurutnya, akan ada potensi perang dagang antara Amerika Serikat dan China ketika Donald Trump sudah memegang kendali sebagai Presiden AS.

"Ada potensi ekonomi global akan melambat dan ber-impact pada negara koalisi. Memang saya rasa pilihan masuk ke BRICS lebih rasional ke depan walaupun juga ada risikonya dengan negara-negara OECD dan negara blok barat," katanya.

Sementara itu, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyambut baik bergabungnya Indonesia sebagai anggota penuh BRICS.

Kadin menilai keanggotaan penuh Indonesia di BRICS bisa membuka peluang besar dalam memperluas kerja sama ekonomi, perdagangan, dan investasi.

Ketua Umum Kadin, Arsjad Rasjid menyebutkan, keanggotaan penuh merupakan momen bersejarah yang mengukuhkan posisi Indonesia sebagai kekuatan ekonomi global.

"Keanggotaan ini juga membuka peluang besar memperluas kerja sama ekonomi, perdagangan dan investasi antara Indonesia dengan negara-negara BRICS, sekaligus mendukung pertumbuhan berkelanjutan," ujar Arsjad.

Lebih lanjut, Arsjad mengatakan keanggotaan tersebut juga membawa tanggung jawab baru, antara lain memitigasi persaingan global yang semakin ketat.

Namun, Kadin Indonesia meyakini bahwa dengan sinergi erat antara pemerintah dan dunia usaha, keanggotaan ini akan menjadi kekuatan untuk memperkuat fundamental ekonomi, mendorong inovasi, dan menciptakan lapangan kerja baru.

Selain itu, kolaborasi ini juga mendorong perekonomian ke level yang lebih tinggi.

Kadin Indonesia terus berkomitmen menjadi mitra strategis pemerintah dalam memastikan manfaat keanggotaan BRICS dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia.

Sebelumnya, Brasil sebagai pemegang presidensi BRICS tahun ini, pada Senin (6/1/2025), mengumumkan bahwa Indonesia telah resmi menjadi anggota organisasi internasional tersebut.

Dalam pernyataan persnya, Pemerintah Brasil menyambut dan memberi selamat kepada Indonesia sebagai anggota terbaru BRICS.

"Indonesia, yang memiliki populasi dan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, memiliki kesamaan pandangan dengan anggota-anggota BRICS lainnya terkait dukungan atas reformasi institusi global dan kontribusi positif untuk menguatkan kerja sama antara negara-negara Selatan Global," demikian pernyataan tersebut.

Brasil pun memandang Indonesia telah mendukung isu-isu yang menjadi prioritas selama presidensi Brasil di BRICS dari 1 Januari hingga 31 Desember 2025 tersebut.

Bergabungnya Indonesia ke BRICS pertama kalinya disepakati oleh anggota-anggota BRICS dalam KTT di Johannesburg, Afrika Selatan, pada Agustus 2023.

Namun, karena Indonesia melaksanakan pemilihan umum pada Februari 2024, Pemerintah RI secara resmi menyatakan niat bergabung ke dalam BRICS hanya setelah pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto terbentuk.

Anggota-anggota BRICS menguasai 40 persen populasi dunia dan 35 persen produk domestik bruto (PDB) global sehingga menjadikannya pemain yang penting di kancah internasional.

Berdiri pada 2009 dengan anggota awal Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan itu, BRICS kini memiliki semakin banyak anggota usai 13 negara baru ditetapkan sebagai negara mitra pada Oktober 2024.

Selain Indonesia, BRICS juga menyambut tiga negara Asia Tenggara lainnya sebagai anggota baru, yaitu Malaysia, Vietnam, dan Thailand.

Sumber: Antara

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال