DPR Minta PSU Pilkada di 24 Daerah yang Jatuh Pada Bulan Ramadan Ditunda

Anggota Komisi II DPR RI, Mohammad Toha – Foto Net


BORNEOTREND.COM, JAKARTA – Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) diwakili Anggota Komisi II DPR RI, Mohammad Toha mengusulkan agar pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada 2024 di 24 daerah yang jatuh pada bulan Ramadan atau menjelang Idul Fitri ditinjau ulang. 

Toha beralasan bahwa bulan Ramadan adalah waktu yang suci bagi umat Islam untuk berfokus pada ibadah, dan pelaksanaan PSU di waktu tersebut dapat mengganggu konsentrasi umat yang sedang menjalani ibadah puasa.

"Bulan puasa adalah waktu yang baik untuk meningkatkan ketakwaan, berperilaku lebih baik, termasuk untuk memilih calon pemimpin yang tepat. Namun, jika pelaksanaan PSU mengganggu konsentrasi, maka sebaiknya ditunda," ujar Toha di Jakarta, Senin (3/3/2025).

Sebanyak 24 daerah direncanakan melaksanakan PSU Pilkada pada waktu yang bertepatan dengan bulan Ramadan. Dari jumlah tersebut, 15 daerah akan menggelar PSU di seluruh Tempat Pemungutan Suara (TPS), sementara sembilan daerah lainnya akan melaksanakan PSU di sebagian TPS dengan waktu yang berbeda-beda.

PSU yang paling cepat dijadwalkan pada 26 Maret 2025, yang bertepatan dengan 25 Ramadan 1446 Hijriah, yakni lima hari sebelum Idul Fitri. Daerah yang akan menggelar PSU pada tanggal tersebut antara lain Kabupaten Magetan (Jawa Timur), Kabupaten Barito Utara (Kalimantan Tengah), Kabupaten Siak (Riau), dan rekapitulasi ulang di Kabupaten Puncak Jaya (Papua Tengah).

Toha menilai bahwa momen PSU yang berdekatan dengan Idul Fitri tidaklah tepat, karena umat Islam akan disibukkan dengan berbagai ibadah tambahan serta persiapan untuk perayaan Hari Raya, seperti mudik, berkunjung ke pemakaman keluarga, dan aktivitas lainnya. Oleh karena itu, ia mengusulkan agar PSU tersebut ditunda untuk menghormati umat Islam yang sedang menjalani ibadah puasa dan mempersiapkan Idul Fitri.

"Menurut saya, sebaiknya PSU ditunda untuk menghormati umat Islam. Penyelenggara pemilu harus mengkaji ulang," tambahnya.

Selain itu, Toha juga menyoroti potensi biaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan PSU, yang dapat mencapai sekitar Rp 1 triliun.

Menurutnya, anggaran sebesar itu harus diperhitungkan dengan cermat, mengingat situasi efisiensi anggaran yang tengah dilakukan pemerintah.

Ia mengingatkan agar KPU dan Bawaslu tidak terus-menerus disorot karena pemborosan anggaran negara.

Toha juga mengingatkan bahwa pemerintah sedang melakukan efisiensi anggaran yang mempengaruhi banyak lembaga negara, dan semua pihak harus mendukung upaya rekonstruksi anggaran negara untuk menyejahterakan rakyat melalui program-program Presiden Prabowo.

Ia pun menekankan pentingnya perencanaan yang lebih matang dalam pelaksanaan pemilu dan pengawasan terhadap anggaran yang digunakan, apalagi dana Pemilu 2024 yang mencapai Rp 73 triliun masih belum diaudit secara menyeluruh.

"Ini membutuhkan waktu, dan kita harus memastikan bahwa KPU dan Bawaslu sensitif terhadap kebutuhan anggaran, apalagi di masa transisi ini," tandasnya.

Sumber: Antara

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال