![]() |
Pesawat Tempur KF-21 Boramae – Foto cnbcindonesia.com |
BORNEOTREND.COM, JAKARTA - PT Dirgantara Indonesia (PTDI) memberikan pembaruan terkait perkembangan pembuatan pesawat tempur KF-21 Boramae hasil kerja sama Indonesia dan Korea Selatan. Proyek yang merupakan bagian dari 10 program prioritas industri pertahanan ini diprediksi akan memasuki fase produksi pada tahun 2026.
Direktur Utama PTDI, Gita Amperiawan menjelaskan bahwa saat ini fokus perusahaan adalah pada pengembangan prototyping pesawat tempur KF-21 Boramae yang merupakan bagian dari proyek KFX/IFX.
Gita menyebutkan bahwa proyek ini berjalan dalam tiga fase: Engineering, Manufacturing, and Design (EMD), yang diperkirakan akan berakhir pada 2026.
“Untuk KFX, ada tiga fase yang dilalui, yaitu Engineering, Manufacturing, and Design (EMD), di mana kita sedang fokus pada pembuatan prototyping, yang akan berakhir pada 2026,” jelas Gita saat ditemui di Gedung Kemenperin, Jakarta, Rabu (12/3/2025).
Gita juga menambahkan bahwa pihak PTDI terus berkomunikasi dengan Korea Selatan dalam rangka menyukseskan proyek ini. Salah satu bentuk kerjasama tersebut adalah dengan mengikuti tes penerbangan pesawat KFX di Korea Selatan. Dengan demikian, pada 2026, diharapkan pesawat ini sudah memasuki fase produksi.
“Pada 2026, proyek KFX ini sudah masuk ke fase produksi sesuai dengan milestone program,” tambahnya.
Proyek pengembangan pesawat tempur siluman KFX/IFX, yang dikenal dengan nama KF-21 Boramae, dimulai pada 2010 dan merupakan hasil kerja sama antara Indonesia dan Korea Selatan.
Sejak awal, Indonesia telah mengajukan usulan untuk mengurangi porsi pembayaran dalam proyek tersebut, yang disetujui oleh Korea Selatan.
Badan Program Akuisisi Pertahanan Korea Selatan (DAPA) mengumumkan bahwa kontribusi Indonesia terhadap proyek ini dipotong signifikan, dari 1,6 triliun won (Rp 18,5 triliun) menjadi 600 miliar won (Rp 6,9 triliun), sekitar sepertiga dari jumlah awal.
“Keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan hubungan bilateral antara kedua negara dan faktor-faktor lainnya, termasuk kemampuan kami untuk menutupi kekurangan pembiayaan,” kata DAPA dalam pernyataan mereka pada Jumat (16/8/2024), sebagaimana dilaporkan oleh Korea Times.
Penyusunan kesepakatan baru tentang pembagian biaya antara Indonesia dan Korea Selatan ini bertujuan untuk memastikan kelancaran proyek yang penting ini, meskipun Indonesia menghadapi tantangan dalam memenuhi kewajiban pembayaran bagiannya.
Sumber: cnbcindonesia.com