Rupiah Mendekati Level Krismon 1998, Bank Indonesia Pastikan Fundamental Ekonomi Nasional dalam Kondisi Baik

Ilustrasi – Nilai tukar Rupiah mengalami kenaikan – Foto Net


BORNEOTREND.COM, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) memastikan bahwa fundamental ekonomi Indonesia dalam kondisi yang sangat baik meskipun ada tekanan terhadap nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dalam beberapa hari terakhir. 

Asisten Gubernur BI, Solikin M Juhro, menjelaskan bahwa lesunya rupiah lebih disebabkan oleh faktor eksternal, khususnya kebijakan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang berdampak pada pasar global.

Solikin M Juhro menyampaikan bahwa indikator-indikator makroekonomi Indonesia seperti produk domestik bruto (PDB), inflasi, dan current account semuanya menunjukkan tren positif. 

Bahkan, angka-angka ini menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia stabil meskipun ada gejolak di pasar valuta asing.

- PDB Indonesia tumbuh stabil, yaitu sebesar 5,04% pada 2023 dan diproyeksikan 5,02% pada 2024.

- Inflasi terjaga rendah, dengan angka 2,81% pada 2023 dan 1,57% pada 2024.

- Current account juga mengalami perbaikan, dengan defisit yang semakin kecil, yaitu minus 0,41% pada 2023 dan minus 0,32% pada 2024.

- Rasio utang luar negeri terhadap PDB tetap terkendali, yaitu 29,79% pada 2023 dan 30,43% pada 2024.

Selain itu, rasio permodalan perbankan (CAR) tetap sehat di kisaran 26,69% pada 2023 dan diperkirakan akan naik menjadi 27,76% pada 2025. Risiko kredit (NPL) juga tetap terjaga pada level yang rendah, yaitu 2,08%.


Perbandingan dengan Negara Lain

Solikin juga membandingkan kinerja ekonomi Indonesia dengan beberapa negara lain yang memiliki kapasitas ekonomi serupa, seperti India, Korea Selatan, Vietnam, Filipina, Thailand, dan Malaysia. Ia menyebutkan bahwa meskipun negara-negara seperti Vietnam dan India mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, mereka memiliki tingkat inflasi yang lebih tinggi pula. Sementara itu, Indonesia berhasil menjaga inflasi tetap rendah, yang menjadi salah satu indikator kestabilan ekonomi.


Risiko Krisis yang Jauh dari Terjadi

Meskipun rupiah sempat mengalami tekanan dan jatuh ke level yang hampir mencapai titik terendah seperti pada krisis 1997-1998, Solikin memastikan bahwa Indonesia masih sangat jauh dari potensi krisis ekonomi. Ia menegaskan bahwa risiko krisis di dalam negeri saat ini masih jauh dan tidak ada indikasi yang menunjukkan adanya ancaman serius terhadap ekonomi Indonesia dalam jangka pendek.

Solikin membandingkan dengan kondisi ekonomi saat krisis 1997-1998, yang saat itu ekonomi Indonesia tidak terpantau dengan ketat, terutama dalam hal fundamental ekonomi. Sebaliknya, saat ini Indonesia memiliki sistem yang lebih baik dalam memonitor dan mengelola ekonomi.


Lesunya Rupiah: Penyebab Eksternal

Meskipun fundamental ekonomi Indonesia tetap stabil, Solikin menjelaskan bahwa penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS disebabkan oleh faktor eksternal, terutama kebijakan Presiden Donald Trump yang memengaruhi pasar global. Pada Rabu, 26 Maret 2025, nilai tukar rupiah sempat jatuh ke level Rp 16.640/US$, yang merupakan level terendah dalam beberapa tahun terakhir, mendekati titik tertinggi pada 23 Maret 2020, yaitu Rp 16.620/US$. Namun, meskipun nilai tukar rupiah jatuh, hal ini belum sampai pada level terburuk yang terjadi pada krisis 1998, yang sempat menyentuh Rp 16.800/US$.

Bank Indonesia menekankan bahwa meskipun ada tekanan eksternal yang menyebabkan pelemahan rupiah, fundamental ekonomi Indonesia tetap kuat dan risiko krisis sangat kecil. BI terus memantau kondisi ekonomi secara seksama dan akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas ekonomi Indonesia ke depan.

Sumber: cnbcindonesia.com

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال